Friday, 02 January 2009
MASAMBA (SINDO) – Pembangunan kebun kelapa sawit melalui pola Kredit Koperasi Primer Untuk Anggota (KKPA) 1996/1997 yang dilakukan PTPN XIV Nusantara, dipersoalkan.
Pasalnya, berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perkebunan, pola tersebut tidak terealisasi 100%. Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Binanga Tallu Sudirman Salomba menyatakan, pola tersebut mulai dari pemupukan, perawatan, pembangunan jalan hingga sertifikasi yang merupakan kewajiban pihak PTPN,tidak direalisasikan dengan baik.
“Semuanya itu adalah tanggung jawab PTPN. Padahal, yang kami ketahui bahwa keseluruhan anggaran sejak akhir 2005 lalu, telah mereka cairkan,” kata Sudirman kepada SINDO di Masamba kemarin. Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Luwu Utara Nursalam Syamsuddin meminta perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bertanggung jawab mengenai masalah ini. “Hal itu dilakukan karena banyak tanggung jawab PTPN XIV yang tidak terealisasi 100%,” ujar legislator PBB ini.
Menurut dia, sesuai pemantauan di lapangan, dari 1.100 hektare yang masuk di Kabupaten Luwu Utara,hampir separuh atau kondisi sekitar 500 hektare sangat memprihatinkan. Tanaman terbengkalai,termasuk jalan dan jembatan, yang juga merupakan tanggung jawab PTPN. “Tanaman dalam keadaan memprihatinkan. Jalan dan jembatan tidak sempurna, serta sertifikasi lahan tidak terurus,”tandasnya.
Dia juga menyebutkan bahwa konversi juga tidak dapat dilakukan pihak PTPN. Padahal, seharusnya petani peserta KPPA tidak dibebani kredit karena secara hukum petani tidak memiliki utang. Apalagi, sampai sekarang mereka tidak pernah menandatangani akad kredit.
“Bank Mandiri sebagai penyalur kredit seharusnya meminta pertanggungjawaban PTPN XIV sebagai penjamin. Kalau perlu pihak bank menghitung dana yang tidak digunakan dari seluruh dana yang dicairkan. Jangan petani yang dirugikan,” tuturnya. (abdullah nicolha)
No comments:
Post a Comment