Wednesday, August 12, 2009

15 Dewan Gunakan SPPD Ganda

Monday, 03 August 2009

POLEWALI (SI) – Sedikitnya 15 anggota DPRD Polewali Mandar (Polman) ditemukan melakukan perjalanan dinas ganda atau menggunakan surat perintah perjalanan dinas (SPPD) dalam melakukan kunjungan kerja dan kegiatan dewan lain.

Mereka rata-rata ditemukan ber-SPPD ganda hal tersebut merupakan temuan BPK RI perwakilan Sulbar saat memeriksa dokumen pertanggungjawaban Sekretariat DPRD 2008.

Ke-15 anggota DPRD Polman yang telah melakukan perjalanan dinas ganda saat bersamaan tersebut, diantaranya enam orang legislator dari partai Golkar yakni, M Saleh Jaya, Abdullah Tato, Bustamin Badolo, Asmulyadi, Abubakar Kadir, dan Bachtiar. Sedikitnya tiga orang dari PKS yaitu Thalib Bandru, Sarifah Tenriampa, dan Alimuddin Lidda.

Sementara beberapa anggota dari partai lain masing-masing satu orang, yaitu Mujahid dari PPP, AM Natsir Nawawi Partai Demokrat, Darwis Sanusi PDK, Sirajuddin PAN, dan A Syamsuddin dari PBR.

Data yang dihimpun, dari 15 legislator yang paling banyak melakukan perjalanan dinas ganda yakni Wakil Ketua DPRD Polman Bustamin Badolo sebanyak enam kali, menyusul Mujahid lima kali, serta terdapat tiga orang legislator yang melakukan sebanyak empat kali diantaranya Natsir Nawawi, Abubakar, dan Asmulyadi. Sementara 10 legislator lainnya juga melakukan perjalanan dinas ganda rata-rata dua kali.

Jumlah kerugian yang ditimbulkan akibat adanya perjalanan dinas ganda tersebut sesuai temuan BPK RI sebanyak Rp55,95 juta. Hal itu terkuak setelah badan pemeriksa keuangan melakukan pemeriksaan bukti dokumen pendukung perjalanan dinas berupa surat tugas dengan SPPD serta bukti lain yakni tiket penerbangan dalam waktu dan tujuan yang sama.

Perjalanan dinas yang dilakukan ke-15 anggota dewan tersebut diketahui terdapat tanggal berangkat dan tanggal kembali yang waktunya sama untuk daerah tujuan yang berbeda.

Menurut BPK, hal tersebut melanggar PP No.58/2005 pasal 61 yang menyebutkan bahwa, setiap pengeluaran harus didukung dengan bukti yang lengkap dan sah mengenai hak yang menagih.

Atas temuan tersebut, BPK merekomendasikan Bupati Polman Ali Baal Masdar agar memberikan sanksi administratif sesuai PP No.30/1980 tentang peraturan Disiplin PNS kepada PPK Sekretariat DPRD atas ketidakcermatan dalam melakukan verifikasi dokumen perjalanan dinas. Bahkan, PPK Sekwan juga diperintahkan menarik kelebihan pembayaran biaya perjalanan dinas dan menyetor ke kas daerah sebesar Rp55,95 juta.

Ketua Tim Kecil DPRD Polman Aco Masruddin Mogot menyatakan, hasil temuan BPK tersebut masih akan dikomunikasikan dengan BPK. “Kami akan mempertanyakan semuanya, baik temuan di eksekutif maupun di DPRD,” katanya.

Sementara itu, Ketua DPRD Polman Hasan Sulur dan Wakilnya Bustamin Badolo yang dalam temuan BPK juga menggunakan SPPD ganda kemarin tidak berhasil dihubungi. (abdullah nicolha).

Dua Stasiun Radio Terancam Disita

Saturday, 08 August 2009

MAMUJU (SI) -- Dua stasiun radio yang dikelola pemerintah daerah di Provinsi Sulbar terancam disita. Alasannya, kedua stasion tersebut hingga kini belum mengajukan izin kepada Komosi Penyiaran Indonesian Daerah (KPID) Sulbar.

Kedua stasiun tersebut adalah Radio Suara Malaqbi (RSM) yang dikelola pemerintah provinsi (Pemprov) Sulbar serta Radio Pemerahtah Kabupaten Majene (RPKM).

Koordinator Kelembagaan KPID Sulbar A Fachriadi dalam rilisnya menyatakan, kedua radio itu mesti mematuhi peraturan mengenai penyiaran. Perarutarn yang dimaksud adalah UU No 32/2002 pasal 33 ayat 4, yaitu izin penyelenggaraan penyiaran diberikan oleh Negara melaluli komisi Penyiaran Indonesia (KPI) atau KPID yang ada di daerah setempat.

Hal ini juga diperkuat dan dipertegas dalam peraturan pemerintah (PP) No 11/2005 tentang Lembaga Penyiaran Publik (LPP) dan peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) No/28b/2008 tentang tata cara perizinan lembaga penyiaran.

“Radio yang dikelola pemerintah provinsi, di kotamadya, maupun kabupaten dikategorikan sebagai LPP local,” tegas A Fachriadi.

Menurutnya, di Sulbar ada empat daerah tang dikategorikan sebagai LPP lokal. Radio tersebut adalah Radio Suara Tipalayo yang dikelola oleh Pemkab Polewali Mandar, Radio Suara Manakarra oleh Pemkab Mamuju. Kedua stasuin radio sudah mengajukan izin kepada KPID.

Jika dalam bulan ini kedua stasuin radio tersebut tidak mengajukan izin, KPID Sulbar bersama Balai Monitoring (Balmon) kelas II Makassar akan melakukaan razia untuk menegakkan aturan.

Dalam razia nanti, akan dilaakukan penyitaan alat siar dan para pengelolanya akan diproses secara hukum. Hal tersebut sesuai dengan UU No/32/2002 pada pasal 58 dengan ancaman hukuman penjara maksimal dua tahun atau denda maksimal Rp500 juta. (abdullah nicolha).

Pasar Regional Sediakan Unit Pengelolaan

AKIBAT SERING TERJADI PERMASALAHAN
Saturday, 08 August 2009

MAMUJU (SI) – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mamuju akan menyediakan tiga unit pengelolaan di pasar regional Mamuju. Pasalnya, di areal perdagangan tersebut sering terjadi permasalahan antar pedagang dan piahk-pihak terkait.

“Sejak didirikan, Pasar Regional Mamuju seringkali menimbulkan persoalan, yang paling sering terjadi di pasar tersebut adalah pembayaran listrik dan sejumlah kios yang hingga saat ini belum digunakan. Makanya, Pemkab turun tangan dengan menyiapkan sebanyak tiga unit pengelolaan,” kata Asisten II Bidang Pembangunan Mamuju Hamzah Sula belum lama ini.

Ketiga unit pengelolaan tersebut akan dibagi berdasarkan jenisnya. Diantaranya, ada yang menangani kios, warung, dan Pedagang Kaki Lima (PK5) yang berjualan di pelataran pasar. Data yang dihimpun Seputar Indonesia (SI), kios di pasar itu sebanyak 304 unit, warung sebanyak 92, dan puluhan PK5.

Hamzah menambahkan, hal itu tentunya hanya akan merugikan warga pasar yang sudah menempati lokasi tersebut sejak awal. Untuk itu, pembentukan unit itu juga bertujuan sebagai sarana bagi warga pasar dalam memecahkan permasalahan-permasalahan yang sering terjadi.

“Sebagai contoh, persoalan listrik bisa muncul karena tidak ada kejelasan mengenai besarnya listrik yang digunakan masing-masing kios, warung atau PK5. Makanya unit ini penting agar tidak terjadi lagi miss komunikasi di antara pedagang,” ungkap Hamzah di ruang kerjanya.

Yang cukup menarik, kata dia, adalah unit pengelolaan itu tidak lagi diisi oleh orang-orang dari pemerintahan, melainkan seluruhnya diserahkan kepada warga pasar sendiri. Dalam hal ini, mereka diminta untuk bisa lebih mandiri dalam pengelolaan pasar.

“Ini juga berkaitan dengan rencana Pemkab Mamuju yang akan melepaskan diri dan tidak akan ikut campur dalam pengurusan Pasar Regional pada Agustus mendatang,” ungkap Asisten II Mamuju ini.

Dia menyebutkan, pihaknya hanya akan memberikan fasilitas kepada para pedagang dan warga di pasar tersebut. “Nanti Pemkab hanya memfasilitasi saja kebutuhan yang datang dari pedagang. Selebihnya itu menjadi tanggung jawab warga pasar. Dengan begitu, persoalan yang ada di seputar pasar regional pun lebih cepat diatasi,” imbuhnya.

Pada kesempatan itu juga, ia sempat mengimbau pemilik kios yang belum menggunakan kiosnya sampai saat ini. Dalam waktu dekat ini, Pemkab Mamuju akan memberikan surat edaran melalui tim yang telah terbentuk.

Dalam surat tersebut, pemilik kios diimbau untuk segera menggunakan kios, dan membayarkan tunggakan listrik yang ada selama ini. “Jika tidak ditempati, maka Pemkab Mamuju akan segera melakukan penyegelan hingga yang bersangkutan membayarkan kewajibannya,” tegasnya.

Salah seorang warga pasar yang juga memiliki warung di areal pasar Sitti Muna ,40, menyatakan, bagi kami pemilik warung tidak terlalu mempermasalahkan soal tunggakan listrik karena telah dibayarkan dan jumlahnya tidak seberapa, berbeda dengan pemilik kios. (abdullah nicolha).

RSUD Mamuju Naikan Biaya Konsumsi Pasien

Sunday, 02 August 2009

MAMUJU(SI) – Pengelola Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Mamuju, tahun ini,berencana menaikkan biaya konsumsi pasien. Kenaikan tarif itu diterapkan guna menunjang peningkatan layanan kesehatan di rmah sakit tersebut.

“Peningkatan makanan bagi pasien merupakan salah satu faktor terpenting dalam menunjang upaya peningkatan layanan kesehatan di rumah sakit ini khususnya di Mamuju,”kata Direktur RSUD Mamuju Titin Hayati belum lama ini. Peningkatan biaya makan tersebut kata dia, saat ini belum dilakukan karena menunggu APBD Perubahan.

Sebelumnya, pihaknya juga telah mengusulkan besarnya biaya yang disesuaikan dengan kondisi keuangan dan harga-harga kebutuhan pokok serta analisis kebutuhan kalori. Berdasarkan hal tersebut, biaya makan untuk pasien kelas I dan VIP sebesar Rp50.000 per hari,dan pasien kelas II dan III sebesar Rp25.000 per hari.

Saat ini, biaya makan bagi pasien dinilai sangat minim, dan tdak disesuaikan dengan tingkat harga kebutuhan pokok di Mamuju, melainkan berdasarkan ketetapan Menteri Keuangan. Untuk biaya makan pasien kelas VIP dan kelas I sebesar Rp18.000 per hari. Sedangkan pasien kelas II dan III sebesar Rp 15.000 per hari.

Dengan biaya sebesar itu, harus diberi makan tiga kali sehari. Belum lagi tambahan snack dan buah untuk pasien kelas I dan VIP, yang harus diberikan sebanyak dua kali. “Harga yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan (Menkeu) tidak berdasarkan situasi yang ada di daerah. Untuk perkotaan seperti Jakarta , biaya tersebut memang pantas.

Tapi Mamuju kan berbeda. Yakni harga kebutuhan pokok yang ada saat ini sangat tinggi,”tutur dia. Untuk menyikapi minimnya dana, maka pihak RSUD terpaksa melakukan penghematan dengan cara mengurangi porsi makanan untuk tiap pasien. “Misalnya saja, seharusnya pasien bisa makan telur, harus diganti dengan tempe .

Ada juga disiasati dengan timbal balik makanan.Pasien yang menderita penyakit gula kan tidak bisa mengkonsumsi banyak kalori.Jadi jatah itu diberikan kepada pasien yang membutuhkan banyak kalori,” jelas Titin. Kendati dinilai akan bertentangan dengan keputusan Menkeu, RSUD tetap akan melakukan penambahan.

Hal ini mengingat biaya untuk pelayanan kesehatan lebih mendesak. “Kalau nanti sudah ditetapkan dalam Peraturan Daerah (Perda) kan sudah memiliki kekuatan hukum,” tandasnya.Untuk diketahui, Direktur RSUD Mamuju yang belum lama menjabat itu akan berupaya melakukan pembenahan rumah sakit di segala bidang. (abdullah nicolha)

Nilai Materil Balanipa Disoal

Sunday, 02 August 2009

POLEWALI(SI) – Sejumlah kalangan di Kabupaten Polewali Mandar (Polman) khususnya di wilayah yang akan dimekarkan menjadi Kabupaten Balanipa mempersoal kan nilai materil di daerah tersebut.

“Kami menilai, Kabupaten Polman memang layak dimekarkan menjadi dua kabupaten jika dilihat dari segi luas wilayah, tapi yang menjadi kekhawatiran kami dalam proses itu adalah apa nilai materil yang ada di tujuh kecamatan yang masuk dalam kawasan Balanipa,” kata Koordinator Umum Yayasan Parakkasi Foundation (Yaspar) Polman Muliawan H Tanrimani kepada Seputar Indonesia (SI),kemarin.

Menurut dia,hal tersebut harus dipertanyakan agar tujuan pembentukan Kabupaten Balanipa yakni mendekatkan pelayanan masyarakat, percepatan pembangunan, dan penciptaan lapangan kerja baru dapat terwujud. “Bagaimana kami harus konsisten untuk misi itu jika materil daerah belum jelas dan belum menjanjikan,” ungkapAlumnus Universitas 45 Makassar ini.

Pihaknya berharap, para pejuang percepatan pembentukan Kabupaten Balanipa dan semua elemen terkait agar totalitas dan tanggungjawab tetap terjaga sehingga dapat melahirkan satu daerah otonom baru yang lebih baik dari semua segi. “Hal itu hanya bisa terjadi ketika aksi dan sikap bebas dari kepentingan- kepentingan politik dari sekelompok orang apalagi Kabupaten Balanipa akan dijadikan akses untuk dinasti baru kekuasaan di provinsi termuda di Indonesia tersebut,”tegas Muliawan.

Aktivis yang bergerak di bidang pendidikan dan sosial kemasyarakatan Sulbar ini juga mengkhawatirkan apabila Kabupaten Balanipa terbentuk dan tidak sinergi dengan kondisi masyarakat yang ada di daerah setempat. “Tidak dapat dipungkiri, dengan melihat sample-sample kabupaten yang baru dimekarkan terjadi ketidakseimbangan dalam pola kehidupan baik secara pelayanan ekonomi, politik, pendidikan, dan keadilan hukum masyarakat,”jelas dia.

Pada intinya kata dia,pihaknya mendukung agar perjuangan pembentukan Kabupaten Balanipa seba- gai salah satu daerah otonom di Sulbar dapat terwujud dengan cepat namun perjuangan tersebut haruslah memberi azas manfaat bagi keberlangsungan masyarakat di wilayah Kerajaan Mandar (Balanipa) tersebut.

Sekretaris Umum Komite Aksi Percepatan Pembentukan Kabupaten Balanipa (KAPP-KB) Adi Arwan Alimin yang dihubungi menyatakan, dalam proses perjuangan pembentukan Balanipa menjadi satu daerah otonom pihaknya telah melakukan pengkajian dan penelitian tentang kandungan materil yang dimiliki oleh tujuh kecamatan yang masuk dalam wilayah Balanipa.

“Jadi, kalau masalah materil di Balanipa sudah tidak diragukan lagi, karena sumber daya alam (SDA) di daerah itu sangat kaya baik dari wilayah darat dan laut, dan kajian tersebut tidak akan sampai ke pusat jika tidak ada yang menjanjikan,” ungkap Adi Arwan kepada SI via ponselnya, kemarin.

Dia mencontohkan bahwa, wilayah Balanipa memiliki kandungan minyak dan gas (Migas) di perairan Karama,begitu juga di wilayah pegunungan yang juga memiliki kandungan batubara. “Yang jelas, Balanipa adalah daerah yang kaya akan sumber daya alam, sehingga nanti jika telah terbentuk akan memberikan lapangan kerja bagi warga di daerah tersebut,” ungkapnya dengan nada optimistis.

Data yang dihimpun Seputar Indonesia (SI), dari 14 kecamatan yang ada Polman tujuh kecamatan akan masuk menjadi wilayah Kabupaten Balanipa diantaranya,Kecamatan Campalagian,Luyo,Tutar, Limboro, Tinambung, Balanipa, dan Alu. Sementara kecamatan yang akan tetap menjadi wilayah Polman Kecamatan Binuang,Polewali, Wonomulyo, Matakali, Mapilli, Tapango,dan Bulo.

Sementara itu,proses pembentukan Kabupaten Mamuju Tengah (Mateng) yang ingin memisahkan diri dari kabupaten induknya Mamuju telah mendapatkan persetujuan dari presiden untuk segera dibahas di DPR RI . Bahkan SBY telah menerbitkan Amanat Presiden (Ampres) tentang persetujuan pembahasan RUU Kabupaten Mateng.

Bahkan saat ini tim peninjau dari DPD Pusat telah turun ke Sulbar untuk melakukan pengkajian wilayah Mateng untuk segera dibahas di DPR RI. “Kunjungan tersebut pada prinsipnya untuk melihat langsung kelayakan dari Mamuju Tengah untuk menjadi dae-rah otonom, kami yakin semuanya akan berjalan lancer karena semua yang diajukan telah memenuhi syarat,” kata Sekprov Arsyad Hafid. (abdullah nicolha)

Mamuju Prioritaskan Lima Kecamatan

PENGANGKATAN GURU
Saturday, 01 August 2009

MAMUJU (SI) – Pemkab Mamuju tahun ini akan memprioritaskan penambahan guru di lima kecamatan. Pasalnya,tenaga pengajar di daerah tersebut dinilai masih sangat kurang.

Kelima kecamatan tersebut, di antaranya Kecamatan Kalumpang, Tommo, Bonehau, Topoyo, dan Pangale. “Ketersediaan tenaga pengajar di lima kecamatan itu masih sangat minim, makanya diprioritaskan,” kata Kepala Seksi Ketenagakerjaan TK,SD,dan SDLB Dinas Pendidikan dan Olahraga (Disdikpora) Kabupaten Mamuju Firman Hidayat di ruang kerjanya belum lama ini.

Menurut dia, hal tersebut sesuai rencana dan tekad pemerintah setempat untuk meningkatkan kualitas pendidikan di daerah tersebut. Banyak tenaga pengajar di sebagian besar wilayah terpencil di Mamuju yang hanya memiliki ijazah SMP dan SMA dan telah mengajar selama dua tahun.

Kondisi itu membuktikan bahwa selama jangka waktu itu, pengadaan guru masih sangat kurang, bahkan mungkin belum pernah dilakukan. “Pengangkatan guru justru dilakukan di kota, bahkan di Kecamatan Tommo terdapat beberapa sekolah yang hanya memiliki satu guru. Hal ini jelas akan berdampak pada kualitas pendidikan karena tidak memiliki standar pelayanan minimum,”ungkapnya.

Pihaknya juga mengakui bahwa pemerintah selama ini sangat terbantu dengan kehadiran guru sukarela. Tanpa mereka, proses belajar mengajar tidak akan bisa berjalan dengan baik. Selama ini ada kecenderungan pengangkatan guru yang kurang seimbang apalagi di daerah terpencil. Karena itu, pada tahun ini pengangkatan guru di Kecamatan Mamuju tidak akan dilakukan, dengan pertimbangan bahwa jumlah guru di kecamatan itu sudah memadai.

Selain di lima kecamatan tersebut, penambahan juga akan dilakukan di beberapa daerah lain. “Secara ideal, pengangkatan guru sebaiknya warga yang berasal dari daerah asli karena kalau dari daerah lain biasanya lebih sulit. Kalau tidak,ada semacam ikatan dinas untuk ditempatkan di daerah tersebut,”ujarnya.

Firman juga mengaku, pihaknya tidak dapat berbuat banyak menghadapi kondisi tersebut. Sementara itu,Kepala BKDD Mamuju Amin Jasa yang dihubungi kemarin tidak berhasil. Namun, informasi yang beredar,masa penerimaan CPNS di Bumi Manakarra tersebut akan dibuka dalam waktu dekat ini. (abdullah nicolha)

12 Kecamatan Belum Lunasi PBB

Saturday, 01 August 2009

MAMUJU (SI) – Sedikitnya 12 kecamatan di Kabupaten Mamuju tercatat hingga Juli, masih belum melunasi pajak bumi dan bangunan (PBB).Padahal,camat di daerah tersebut telah diberi kendaraan dinas untuk menunjang kerja pemungutan pajak tersebut.

“Memang ada kendala yang dihadapi sejumlah kepala desa dan sebagian besar kendala tersebut, yakni sulitnya menagih pajak kepada masyarakat,” kata Kasi Pajak Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah (DPPKD) Mamuju Abdul Kadir belum lama ini.

Dia juga mengakui, dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) telah ditetapkan bahwa batas akhir pelunasan PBB adalah 30 September mendatang.Ke-12 kecamatan tersebut,di antaranya Kecamatan Mamuju,Simboro dan Kepulauan (Simkep),Tapalang,Tapalang Barat, Kalukku, Sampaga, Pangale, Tommo, Budong-Budong, Tobadak, Topoyo,dan Karossa.

Dari 15 kecamatan yang ada di Kabupaten Mamuju, baru tiga kecamatan yang melunasi PBB, di antaranya Kecamatan Bonehau, Kalumpang, dan Papalang. Kendati telah ada SKB terkait pelunasan pajak, Bupati Mamuju Suhardi Duka telah mengimbau dan mengharuskan pembayaran dilakukan secepatnya.

Data yang dihimpun Seputar Indonesia, meskipun masih banyak kecamatan yang belum melunasi PBB masing-masing, Kabupaten Mamuju saat ini melebihi target PBB yang ditetapkan Direktorat Jenderal (Dirjen) Pajak. Realisasi pajak Mamuju hingga saat ini mencapai besaran Rp2.039.484.341, sementara Dirjen Pajak menargetkan Rp1.774.006.000 dari pokok pajak 2009 sebesar Rp2.789.605.611.

Dari total tersebut,persentase PBB yang telah dilunasi mencapai 114,9%. Jumlah itu terdiri atas realisasi pokok pajak sebesar Rp2.002.652.116 dan realisasi tunggakan Rp36.832.225.“Dengan besarnya PBB yang ada sekarang, dipastikan Mamuju kembali akan memperoleh insentif dari pusat. Belum lagi jika ditambah dengan beberapa kecamatan yang belum membayar, ”ungkapnya.

Dia menambahkan, besarnya pajak di tiap daerah tidak seragam karena disesuaikan dengan kondisi di daerah tersebut. Dari seluruh kecamatan yang ada di Mamuju, pajak tertinggi diperoleh Kecamatan Mamuju, yakni mencapai Rp490 juta, sementara pajak terendah adalah Kecamatan Kalumpang Rp13 juta.

“Tentu saja tidak bisa disamakan karena kondisi tiap daerah berbeda-beda kalau diseragamkan pasti banyak yang tidak bisa melunasi pajak,” tutur Kepala Seksi Pajak ini. (abdullah nicolha)

Proyek Fisik Sulbar Dinilai Rendah

Saturday, 01 August 2009

MAMUJU (SI) – Sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sulbar menilai kualitas proyek fisik di provinsi termuda di Indonesia itu rendah.

“Pemprov harus terus memerhatikan efektivitas dan kualitas pelaksanaan kegiatan (proyek). Jika hal itu tidak tercapai,pencapaian target realisasi anggaran 2008 hanya akan menjadi peningkatan di atas kertas,” ungkap Juru Bicara Fraksi Persaudaraan (FP) DPRD Sulbar Bernadus Bonggamangin dalam pandangan umumnya di Mamuju,belum lama ini.

Pihaknya melihat kualitas pelaksanaan kegiatan di APBD Sulbar belum berjalan maksimal. Dia mencontohkan, hal itu dapat dilihat pembangunan jalan poros Mamuju- Kalumpang,Mamuju-Mambi- Mamasa,dan Polewali-Mamasa dari kualitas yang ada pelaksanaannya masih perlu peningkatan.

“Jalan-jalan tersebut perlu mendapatkan perhatian serius dari pemerintah daerah karena masyarakat sangat menginginkan realisasi yang nyata dengan kualitas memadai dan dapat diandalkan, bukan sekadar mengejar realisasi anggaran semata,”katanya.

Dia juga menilai eksekutif dalam pengelolaan sejumlah proyek infrastruktur masih menggunakan pengawas-pengawas lapangan yang tidak memiliki kapasitas dan profesional memadai,dengan demikian pelaksanaannya terkesan tidak dilaksanakan dengan baik.

“Banyak masalah yang muncul disebabkan kualitas dan kinerja SKPD yang belum menggembirakan. Makanya kami mendukung Gubernur Sulbar mengevaluasi kepala SKPD dan menggantinya dengan tenaga andal, bukan sekadar menggeser pejabat dari instansi satu ke yang lain,”ujarnya.

Senada diungkapkan Ketua Fraksi Malaqbiq Nasional (FMN) DPRD Sulbar Hience Demma Buttu bahwa dari pantauannya selama ini pembangunan yang dilakukan pemerintah setempat belum maksimal, mulai bandara, pelabuhan, perkantoran hingga sarana jalan yang menghubungkan antara daerah satu dan yang lain.

Dia mengaku, memang telah dilakukan pembangunan jalan Mamuju-Mamasa, tapi hal itu juga belum maksimal. “Kalau dilihat secara kasar pembangunan jalan telah ada,bahkan mampu menembus Mamasa melewati Mamuju dengan jalur belakang (dua). Namun, kalau dilihat dari bobot sama sekali belum maksimal, ditambah dengan penganggaran yang dilakukan,”katanya kepada SI via ponselnya kemarin.

Kendati demikian, pihaknya mengakui bahwa pemerintah bertekad melakukan pembangunan, tapi progres dan kualitas pengerjaan yang dihasilkan tidak seimbang dengan apa yang telah dianggarkan.

“Memang pembangunan telah dilakukan seperti halnya bandara dan pelabuhan yang sudah bisa dikatakan lumayan, tapi progres perkantoran belum menampakkan hasil maksimal sehingga masih terkatung-katung,” ungkapnya.

Hience berharap, pemerintah dalam melakukan pengerjaan harus membuat perencanaan secara matang sehingga apa yang dihasilkan dapat diandalkan. Dia juga menilai, apa yang menjadi ikon Sulbar, yakni kakao, juga terancam tidak maksimal, bahkan gagal.

“Selama dua tahun kami (DPRD) telah meminta itu dan berupaya pembangunan bisa terencana dan terukur.Namun, apa yang ada selama ini pembangunan dilakukan atas dasar kebutuhan, makanya kami minta ke depan agar bisa direncanakan terlebih dahulu,”tandasnya. (abdullah nicolha)

Ratusan Kuota Haji Diduga Diperdagangkan

Wednesday, 29 July 2009

MAMUJU (SI) – Sedikitnya delapan warga asal Kabupaten Mamasa mendatangi Kantor Wilayah Departemen Agama (Kanwil Depag) Provinsi Sulbar yang terletak di Desa Simboro Kecamatan Simboro dan Kepulauan (Simkep) Mamuju. Mereka memprotes kebijakan Depag setempat dalam menentukan kouta haji.

Protes tersebut dipicu karena dari 119 kuota haji untuk Mamasa tidak seorang pun warga Mamasa yang masuk dalam daftar yang akan diberangkatkan pada musim haji tahun ini.

“Ini tidak adil karena tidak seorang pun warga Mamasa yang masuk dalam daftar tersebut, kalau perlu kami mau lihat semua yang masuk itu, apakah benar-benar orang Mamasa, siapa kakek neneknya,” ungkap Ahmad ,30, saat menggelar protes di Kanwil Depag Sulbar, kemarin.

Dia menambahkan, sudah tiga tahun pihaknya merasa dikecewakan pihak penyelenggara haji di daerah tersebut, bahkan masih ada beberapa warga yang sudah menjadi daftar tunggu selama dua tahun.

Bahkan warga menduga terjadi kolusi dalam pendaftaran haji di Mamasa. Hal itu juga yang ikut memicu warga protes ke Kanwil Agama karena yang masuk dalam daftar haji Mamasa saat ini adalah orang yang berasal dari luar Sulbar pihaknya juga menemukan warga yang berasal dari Pulau Jawa.

Dia menegaskan, para warga bukannya menghalangi kaum muslim di luar Mamasa diberangkatkan ke tanah suci, tapi mereka berharap agar pihak penyelenggara haji memberangkatkan lebih dahulu warga Mamasa, baru memberangkatkan warga di luar Mamasa.

Ironisnya, adu mulut antar warga dengan Kepala Kanwil Depag Sulbar Sahabuddin Kasim sempat terjadi dan berlangsung tegang. Para warga tersebut juga mengancam akan memboikot pelaksanaan dan pemberangkatan jemah haji asal Mamasa, apabila kuota dan daftar nama calon jemah haji (calhaj) tidak diubah pihak Kanwil Agama.

“Jika permintaan warga tidak dipenuhi oleh pihak Depag Sulbar, warga akan menghalangi proses pemberangkatan haji di Mamasa, jika warga asli tidak diakomodir,” tandas Ahmad yang mewakili warga tersebut.

Kakanwil Depag Sulbar Sahabuddin Kasim menanggapi protes warga seolah lempar tanggung jawab dan menyerahkan kepada kebijakan Gubernur Sulbar. Sementara bagi stafnya yang menerima suap akan dikenai sanksi sesuai proses hukum. “Kami hanya menjalankan tugas dan fungsi dan semua adalah kebijakan Gubernur. Jadi, kalau sudah ditetapkan kami tidak bisa berbuat banyak,” katanya di hadapan warga Mamasa, kemarin.

Sekaitan dengan persoalan kisruh jatah haji di Mamasa, pihaknya akan memeriksa kembali daftar yang telah disusun. Apabila terbukti warga yang terdaftar bukan warga Mamasa yang akan berangkat, pihaknya akan mengajukan ke Gubernur Sulbar untuk membatalkan calon haji yang bukan warga Mamasa dan menggantikan calon haji yang memang warga Mamasa. (abdullah nicolha).

Penunggak Listrik Capai 560 Orang

PEMADAMAN BERGILIR DIBERLAKUKAN
Wednesday, 29 July 2009

MAMUJU(SI) – Penunggak pembayaran rekening listrik pada PLN Cabang Mamuju pada akhir Juli mencapai 560 orang.

“Data kami menyebutkan bahwa penunggak rekening listrik hingga akhir Juni lalu mencapai 560 orang lebih. Sementara untuk bulan ini kami belum mengetahui pasti karena laporannya baru akan masuk pada Agustus mendatang,” kata Manajer PLN Rayon Manakarra Agussalim kepada Seputar Indonesiakemarin.

Pihaknya mengaku sangat menyesalkan tindakan tersebut karena PLN Rayon Manakarra telah meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat,baik dalam hal pasokan, layanan gangguan,maupun proses pembayaran.

Bahkan, pihaknya memberikan kebijakan dalam bentuk tunggakan berjangka bagi pelanggan yang belum bisa membayar listrik sebelum tanggal penerimaan gaji. “Sistem kelistrikan sekarang ini kan mulai membaik, toleransi lewat tunggakan berjangka juga sudah diberlakukan. Masa warga juga masih harus menunggak,biaya produksi yang harus kami keluarkan juga cukup besar,”tandasnya.

Untuk menyiasati hal tersebut, PLN Rayon Manakarra akan mengambil langkah tegas bagi pelanggan yang belum melunasi tunggakannya. Jika terdapat pelanggan yang menunggak dalam waktu satu bulan, pasokan listrik ke rumah pelanggan tersebut akan diputus.

Sementara itu, lima kabupaten di provinsi termuda di Indonesia tersebut mengalami pemadaman bergilir mulai Kabupaten Mamasa hingga ke Mamuju Utara (Matra). Kondisi tersebut dipengaruhi adanya penurunan daya listrik di PLTA Bakaru dan Bili-Bili akibat deficit air yang terjadi di kawasan tersebut. (abdullah nicolha)

Bendungan Tommo Harus Dikaji

Wednesday 29 July 2009

MAMUJU (SI) – Kerangka acuan analisis dampak lingkungan hidup (amdal) pada proyek pembangunan Bendungan Tommo di Kecamatan Tommo Kabupaten Mamuju Sulbar dipersoalkan sejumlah pihak. Pasalnya, beberapa analisis mengenai Amdal belum jelas.

“Kerangka penilaian amdal, yakni rujukan yang diserahkan tim konsultan yang menangani masalah tersebut belum lengkap dan harus disempurnakan dalam pengerjaannya,” kata salah seorang anggota komisi analisis dampak lingkungan DPRD Mamuju Hajrul Malik kepada Seputar Indonesia (SI) kemarin.

Dia menyebutkan, selain penyempurnaan tentang amdal, pihaknya juga meminta kepada pihak yang menangani proyek tersebut melihat peraturan daerah (perda) yang menyatakan bahwa melibatkan warga setempat dalam pengerjaan sebagai orang yang akan menikmati hasil proyek tersebut.

“Jadi ada beberapa yang perlu disempurnakan termasuk, Perda Mamuju dalam keterlibatan warga dalam pengerjaan. Sebab, mereka sebagai pengguna pasilitas tersebut,” jelas legislator Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini.

Anggota DPRD Mamuju ini menambahkan, dari beberapa pertanyaan yang muncul, perlu dilakukan kajian ulang terhadap Amdal tersebut. Kerangka acuan yang dimaksud tidak hanya berisi teori mengenai irigasi, melainkan juga solusi atas persoalan yang ditimbulkan proyek tersebut.

“Saya sudah pernah turun ke lapangan dan melihat banyak persoalan mengenai penggunaan lahan pertanian yang akan dilalui proyek irigasi,” ungkapnya.

Dia mencontohkan, di daerah tersebut ada seorang warga yang hanya memiliki satu lahan pertanian yang ternyata akan dilalui proyek tersebut. Kerangka acuan yang ada harus memberikan solusi atas persoalan tersebut, karena problem ini tidak selesai hanya dengan ganti rugi.

Sekretaris Dinas Kesehatan (Dinkes) Mamuju Mochtar menyatakan, salah satu masalah dalam proyek tersebut yakni mengenai parameter mutu air baku yang terdapat di wilayah tersebut.

Dia menegaskan, harus ada kejelasan mengenai kondisi air yang digunakan masyarakat sebelum proyek dilaksanakan sehingga dapat diketahui dampak yang terjadi ketika bendung tersebut telah selesai dibangun. Dengan demikian, apabila terjadi perubahan yang cukup signifikan, khususnya berdampak negatif, bisa diberikan peringatan sejak awal.

“Air ini juga memiliki aspek kesehatan karena tidak hanya digunakan masyarakat untuk pertanian. Jangan sampai nanti sudah timbul permasalahan, baru kita sibuk membuat acuannya,” jelasnya.

Sementara itu, Konsultan Tim Penuyusun Amdal Harianto mengatakan, pertanyaan yang diajukan tersebut pada dasarnya akan dijadikan sebagai dasar pertimbangan dalam penyusunan dokumen amdal. Kerangka acuan amdal ini baru tahap awal dan tentunya masih membutuhkan masukan.

“Seluruh permasalahan yang ada sekarang masih sangat meluas. Nah inilah tujuan kerangka acuan amdal untuk semakin mengkerucutkannya, hingga akhirnya dibentuk dokumen amdal,” jelasnya.

Dia menuturkan, kerangka acuan yang ada saat ini akan diperbaharui. Proyek Pembangunan Bendungan Tommo ini awalnya direncanakan hingga ke Kecamatan Pangale. Akan tetapi, karena berbagai pertimbangan dari masyarakat, hal tersebut dibatalkan.

Proyek pembangunan Bendungan Tommo tersebut dianggarkan melalui Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) yang dilaksanakan dalam bentuk multiyear yang pengerjaannya akan dilakukan pada 2010-2012 mendatang. (abdullah nicolha).