Friday, June 5, 2009

Bahan Baku Kapal Berasal dari Lima Desa di Polewali Mandar

PELAYARAN MANDAR – JEPANG (3 HABIS)


Thursday 04 June 2009

Dari mana bahan pembuat perahu para pelaut Mandar? Terdapat lima desa di wilayah Sulawesi Barat (Sulbar) yang sejak zaman dahulu disinggahi para pelaut Jepang dan jadi pemasok bahan perahu berkualitas.

PERTAMA adalah Desa Muhajir, sekitar 30 km dari ibu kota kecamatan Korossa, Mamuju (atau sekitar 600 km dari Kota Makassar). Desa ini menyediakan bahan kayu untuk bagian tobo, dek, dan rotan.

Berikutnya adalah pulau Kambunong, Kecamatan Korossa, pulau kecil tak jauh dari jalan trans Sulawesi. Sebelum orang Jepang menuju hutan Mamuju di Muhajir untuk mendapatkan kayu perahu, mereka lebih dulu mengenal, mempelajari, dan menjiwai kebudayaan bahari Mandar. Di kampung manakah orang Jepang melakukannya?

Kampung yang dipercaya bisa menfasilitasi orang Jepang mengenal lebih dalam kebudayaan bahari Mandar adalah Dusun Lambe, Desa Karama, Polewali Mandar. Lambe adalah dusun kecil satu kilometer dari muara Sungai Mandar. Warga desa ini dikenal sebagai awak sandeq tercepat, lincah, sempurna, dan tunggang Samudra.

Warga Lambe juga ramah terhadap orang asing, senang membantu, terbuka, dan gampang akrab. Di Lambe, terdapat industri tradisional Mandar yang amat signifikan dalam kebudayaan bahari Mandar, yaitu pembuatan tali. Hampir semua orang Lambe, termasuk gadis kecil memiliki keterampilan dasar membuat tali.

Di Lambe, anggota tim The Sea Great Journey belajar melaut (melayarkan sandeq ukuran kecil) dan mengenal proses pembuatan tali. Tidak hanya itu, di Lambe, mereka juga menyaksikan beberapa bentuk kebudayaan Mandar. Pernikahan, tradisi pada bulan puasa, saeyyang pattu’du, syukuran, dan lain-lain.

Lambe menjadi basis kegiatan tim The Sea Great Journey ketika mempersiapkan bahan baku perahu. Dari sini berkembang informasi asal mula bahan-bahan kayu, bambu, rotan dan layer.

Pada Ramadhan 1429 lalu, tim The Sea Great Journey mengumpulan bambu. Bambu kecil mereka ambil dari Desa Allu, Kecamatan Allu, Polewali Mandar. Bersama petani bambu di sana, orang Jepang menebang sendiri bambu dan bersama dua orang Allu merakitkan bambunya hingga sampai di muara Sungai Mandar. Bambu untuk bahan palatto (katir) berasal dari Mamasa.

Kampung berikutnya Lanu, berjarak sekitar dua km dari Desa Sumarrang, Kecamatan Campalagian Polman. Kampung Lanu dulu layar karoro’. Pohon lanu (janurnya adalah bahan dasar pembuatan pappas atau benang dari serat alam), kayang (atap), dan karoro (tenunan pappas).

Berikutnya Luaor, kampung pelaut di Kecamatan Pamboang, Kabupaten Majene. Satu-satunya kampung di Mandar yang kaum lelakinya masih banyak yang bisa melayarkan perahu berlayar tanjaq adalah Luaor.

Kampung lain yang berperan serta menyumbangkan sumberdayanya adalah Parabaya, kampung kecil berjarak sekitar 50 km ke arah utara dari Luaor atau enam km dari Baturoro. Dari tempat inilah, jati untuk baratang, tanjoq, kalandara, pa’lea, tadi’, dan guling (kemudi) berasal.

“Itu merupakan jejaring antar kampung yang berperan penting dalam kegiatan The Sea Great Journey, pelayaran perahu bercadik Mandar ke Jepang,” kata peneliti kebudayaan bahari Muhammad Ridwan Alimuddin bangga. (abdullah nicolha).

Teknik Pembuatan Perahu Meniru Zaman Dulu

PELAYARAN MANDAR-JEPANG (2)



Wednesday 03 June 2009

Perahu utama yang digunakan dalam ekspedisi The Sea Great Journey versi laut oleh peneliti asal Jepang dan membedakan perjalanan Prof. Sekino melewati darat adalah perahu karya orang Mandar.

PERAHU ini diberi nama jomon, suatu era atau pembagian zaman dalam sejarah Jepang.

Dengan kata lain, jenis perahu layar paling kuno (yang digunakan manusia bermigrasi) pada dasarnya tidak diketahui persis bentuknya. Untuk itu diambil jalan tengah: dibuat perahu yang dianggap kuno dengan cara paling tradisional yang bisa dilakukan tukang perahu setempat.

Maka dibuatlah perahu yang hanya menggunakan satu batang kayu berukuran panjang sekitar tujuh meter, lebar dan tinggi lebih satu meter, kemudian digali. Dengan alasan keamanan, dipasangi papan dek atau penutup lambung (bisa diperkirakan bagian ini tidak ada pada perahu-perahu jaman dulu) dan cadik (agar perahu tidak mudah terbalik).

Untuk membuatnya lebih bernuansa kuno (tradisional) maka pembuatannya digunakan cara paling tradisional, yakni hanya boleh menggunakan kapak, cangkul kayu, parang, dan ketam. Dengan hanya menggunakan alat itu, tukang perahu masih mampu.

“Gergaji, bor baik manual maupun listrik tidak boleh digunakan. Jadi bisa dibayangkan begitu rumitnya pembuatan perahu ini sebab tukang-tukang sudah amat terbiasa menggunakan alat-alat modern. Ya, bor listrik masih bisa ditoleransi sebab masih baru. Tapi bagaimana dengan gergaji? Bukankah gergaji sudah ada jauh sebelum tukang perahu yang membuat perahu saat ini lahir,” cetus Peneliti muda Kebudayaan Bahari Muhammad Ridwan Alimuddin.

Sebagai alat pemotong kayu, maka tukang menggunakan parang, kampak, atau pahat. Agar rata/halus, digunakan ketam. Perahu ini bentuknya amat sederhana. Hanya kayu yang digali dan ditutupi dek. Tidak ada papan tambahan atau papang tombo/tobo. Tak ada pa’lea atau sangawing (papan tambahan yang akan menjadi haluan/buritan perahu), dan tak ada paccong (ujung perahu yang menonjol ke atas). Bagian-bagian tersebut selalu ada pada perahu-perahu bercadik di Mandar.

Jadi, perahu utama yang digunakan bukanlah perahu khas Mandar yang pernah dikenal. Maksudnya, sejauh penggalian referensi baik pustaka maupun informasi masyarakat setempat, bentuk perahu demikian tidak dikenal di Mandar saat ini. Meski demikian, ada pelaut Mandar menggunakan perahu Jomon yang mirip olanmesa dan bilolang.

Di bagian tubuh/lambung perahu, konstruksi cadik dan katir mengandung kekhasan budaya bahari Mandar dalam unsur pengetahuan dan teknologi. Itu dapat dilihat dalam cara/bentuk ikatan antara cadik dengan katir. Demikian juga sanggar kemudi di bagian buritan, masih menerapkan teknologi pembuatan perahu Mandar.

Pada dasarnya, ekspedisi The Sea Great Journey versi laut tak semata-mata berdasar pada kebudayaan Mandar, khususnya pada bentuk perahu utama. Ini perlu ditekankan agar tidak terjadi kesalahpahaman, baik di masyarakat maupun di luar Mandar. Kegiatan pelayaran The Sea Great Journey berdasar pada konsep “menggunakan cara kuno”. (abdullah nicolha/bersambung).

Memudarnya Perahu Kuno Pakur dan Jomon Khas Mandar

PELAYARAN MANDAR – JAPAN (1)


Tuesday 02 June 2009

Untuk mewujudkan cita-cita peneliti asal Jepang menjejaki penyebaran umat manusia melalui laut, mereka memilih perahu khas Mandar yang jarang dikenal masyarakat setempat yakni perahu Pakur dan Jomon.

PADAHAL jenis perahu tersebut “lebih khas” Mandar daripada sandeq. Di daerah Mandar (Sulawesi Barat), tak ada lagi perahu pakur yang digunakan berlayar. Artinya, perahu pakur sudah punah di tanah Mandar. Kendati demikian, bangkainya masih dapat ditemukan saat ini, yakni di Desa Manjopai’ Kecamatan Tinambung, Kabupaten Polman. Sementara di tempat lain juga masih dapat dijumpai di Desa Luwaor, Kecamatan Pamboang, Kabupaten Majene.

Bangkai pakur di Manjopai’ masih memiliki penutup lambung (dek) dan baratang, sedangkan di Luwaor, tinggal balakang-nya (kayu gelondongan yang dikeruk) saja. Melihat ukuran lambung, pakur adalah jenis perahu bercadik berukuran besar.

Rata-rata tinggi lambung pakur lebih satu meter. Bandingkan dengan sandeq yang biasa digunakan berlomba. Bekas balakang (kayu utuh yang dikeruk yang menjadi lunas perahu) pakur di Luwaor tingginya lebih semeter, balakang pakur sandeq Raditya (juara Sandeq Race 2007) tak sampai 50 sentimeter.

Pakur adalah perahu gempal yang bodinya tinggi, tapi panjangnya rata-rata delapan meter. Sedang sandeq lomba, lambung pendek tapi ukurannya panjang, rata-rata lebih 10 meter. Sebenarnya pakur Mandar masih bersiliweran berlayar di beberapa bagian laut Nusantara, yaitu di perbatasan Laut Jawa, Selat Makassar, dengan Laut Flores, tepatnya Laut Bali (perairan utara Bali). Kok bisa? Lalu siapa yang menggunakan pakur Mandar di sana?

Ada beberapa pulau di Kepulauan Kangean di Laut Bali (masuk wilayah administratif Provinsi Jawa Timur) yang dihuni oleh orang Mandar. Beberapa diantaranya Pulau Pagarungan Besar, Pulau Pagarungan Kecil, dan Pulau Sakala. Sekedar catatan, perahu Samuderaksa, replika perahu borobudur yang digunakan berlayar dari Indonesia ke Ghana, Afrika dibuat oleh orang-orang Mandar di Pulau Pagarungan.

Peneliti Kebudayaan Bahari asal Polman Muhammad Ridwan Alimuddin menyatakan, dari riset yang dilakukannya sejak 2005 lalu, di pulau tersebut nelayan Mandar yang masih menggunakan perahu bercadik dan layar sebagai tenaga pendorong, dipastikan menggunakan pakur. Malah banyak pakur yang berasal dari Mandar.

“Bentuk layar yang digunakan bukan lagi jenis tanjaq (segi empat), tapi jenis lete. Nelayan di Majene biasa menyebutnya layar “tigaroda”. Meski bentuknya segitiga, tapi teknik penggunaan dan konstruksi tiang layarnya berbeda dengan sandeq,” katanya. Menurut dia, Perahu Pakur adalah jenis perahu kuno. Sebab jenis layarnya masih menggunakan jenis layar tanjaq, jenis layar khas Austronesia.

Peneliti perahu dari Jepang Prof. Osozawa Katsuya mengaku jenis perahu pakur adalah salah satu bentuk evolusi perahu bercadik yang dibuat orang-orang Austronesia, yaitu penggunaan papan dek sebagai penutup lambung.

Informasi yang dihimpun SI, saat pelaut, nelayan, tukang perahu Mandar bersinggungang dengan teknologi pelayaran orang Eropa (karena banyak pelaut Mandar yang berlayar ke Makassar, Surabaya, hingga Tumasik/Singapura), orang Mandar mengadopsi teknik layar segitiga orang Eropa (yang juga terjadi pada perahu dagang orang Makassar). (abdullah nicolha/bersambung).

Wednesday, June 3, 2009

Mamuju Belum Siap Jadi Kota

Wednesday, 03 June 2009
MAMUJU (SI) – Sejak ditetapkan sebagai ibu kota Provinsi Sulawesi Barat beberapa tahun lalu, hingga kini Kabupaten Mamuju belum siap menjadi kota.Sebab,kabupaten tersebut terkendala infrastruktur pemerintahan yang belum memadai.

Sejumlah pihak menilai,kabupaten itu belum layak menyandang nama sebagai kota madya. Kepala Bagian Pemerintahan Mamuju Bahrun Rasyid mengatakan, untuk membentuk suatu kota membutuhkan infrastruktur memadai,baik pemerintahan, ekonomi maupun sosial.

“Jika melihat isi yang ada di Mamuju, syarat tersebut ternyata belum dapat terpenuhi keseluruhan,” kata dia kepada wartawan di ruang kerjanya kemarin. Pihaknya juga belum dapat menyelesaikan penentuan batas Pemerintahan Kabupaten Mamuju.

Selain itu, masalah pemekaran wilayah hingga saat ini masih tertunda. “Ditambah persoalan mengenai pembentukan Mamuju Tengah yang hingga sekarang masih tertunda,” ujar dia.

Selain itu, pembangunan infrastruktur ekonomi hingga saat ini belum dapat memenuhi untuk menjadi suatu kota. Masih banyak proyek pertanian, jalan, dan sebagainya yang belum selesai.“Memang Kabupaten Mamuju cukup lama menjadi ibu kota Provinsi Sulbar.

Akan tetapi,itu bukan satu-satunya ukuran untuk membentuk menjadi kota. Berbeda dengan Provinsi Gorontalo, yang infrastruktur ibu kotanya sudah memadai sehingga langsung menjadi kota,”jelas dia.

Jika Mamuju tetap dipaksakan menjadi kota dengan kondisi yang ada saat ini,justru akan menimbulkan dampak negatif,tidak hanya untuk daerah, tapi juga untuk masyarakat. Yang harus menjadi pertimbangan utama adalah tingkat pembangunan dan pemahaman dari masyarakat tersebut. Juga harus memerhatikan segi historis Mamuju.

Dia juga mengkhawatirkan kepentingan politik yang besar dalam proses pembentukan kota. “Saya takut, nanti besarnya kepentingan politik akibat pembentukan kota dapat merusak tatanan sosial di Kabupaten Mamuju,”ungkap dia.

Ketua Umum Front Mahasiswa Pembela Rakyat (Frampera) Muh Amril menegaskan,melihat kondisi Mamuju saat ini memang belum layak menyandang nama kota karena masih banyak fasilitas yang perlu dibenahi pemerintah setempat.

“Memang kalau melihat kenyataan yang ada belum bisa dijadikan sebagai kota karena infrastruktur beberapa bidang belum memadai, di antaranya jalan, pertanian, dan ekonomi. Karena itu, pemerintah harus lebih membenahi fasilitas tersebut,”tutur Muh Amril kepada SI via ponselnya kemarin.

Kendati demikian, pihaknya bersedia membantu pemerintah memperjuangkan aspirasi tersebut apabila memang sudah layak menjadi sebuah kota madya. “Yang jelas, kami tetap mendukung wacana tersebut, asalkan saja memenuhi syarat dan tidak menimbulkan dampak negatif kepada daerah dan masyarakat,”tandasnya. (abdullah nicolha).

Radio Pemerintah Harus Patuhi UU Penyiaran

Wednesday, 03 June 2009
MAJENE (SI) – Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sulawesi Barat (Sulbar) meminta pengelola radio pemerintah di daerah tersebut mematuhi Undang-Undang (UU) penyiaran.

Anggota KPID Sulbar Andi Rannu menegaskan, merujuk kepada UU No 32 tentang Penyiaran bahwa tidak ada lagi yang dikenal radio pemerintah karena yang diakui hanya empat jenis lembaga penyiaran, di antaranya Lembaga Penyiaran Publik (LPP), swasta, berlangganan, serta Lembaga Penyiaran Komunitas (LPK).

“Radio pemerintah harus menjadi radio publik.Itu harus berbadan hukum dengan peraturan bupati dan harus dilengkapi dewan pengawas yang dipilih DPRD,” tuturnya.

Hingga saat ini di Kabupaten Majene, yang masih rutin mengudara adalah Radio Pemerintah Kabupaten Majene (RPKM). Selain itu, di daerah tersebut juga mengudara radio lain, yakni radio komunitas, radio kampus, serta radio SMK 2 Majene ICT FM.

“Jadi,pemerintah diharapkan menaati aturan tersebut, yakni harus mengubahnya menjadi radio dan dibiayai pemerintah,” kata anggota KPID Sulbar Farhanuddin kepada SI kemarin. Serta DPRD setempat diminta membentuk dewan pengawas.

Terkait masalah TV kabel,Ketua KPID Sulbar Adi Arwan Alimin menyatakan,TV kabel yang hanya menyiarkan ulang siaran dari lembaga penyiaran lain,seperti Telkomvision atau saluran terestrial (siaran parabola),tidak membutuhkan izin khusus.Akan tetapi, diminta memperlihatkan kerja sama tertulis antara TV kabel bersangkutan dan lembaga penyiaran yang disebarkan siarannya karena ini menyangkut penggunaan hak cipta.

“Kalau TV kabel sudah memproduksi siaran sendiri, seperti memutar VCD lagu daerah, harus mematuhi ketentuan perizinan sebagai TV swasta lokal,”katanya kepada SI. Dia menyebutkan,TV kabel tidak bisa lagi memproduksi siaran sebelum mengajukan permohonan izinke KPIDsebagai TVswastalokal.

Sekretaris Kabupaten (Sekkab) Majene Rizal Sirajuddin menyatakan, pihaknya meminta KPID Sulbar menjadi fasilitator bagi TV kabel membangun kerja sama dengan lembaga penyiaran berlangganan. (abdullah nicolha).

Pemasangan Kabel Telkom Molor

Saturday, 30 May 2009
MAMUJU (SI) – Pemasangan kabel PT Telkom dari Kabupaten Majene menuju Mamuju yang ditargetkan rampung pada Maret lalu molor.

Pasalnya, pihak perusahaan terkendala pada pelebaran jalan yang ada di sepanjang jalan yang menghubungkan dua daerah tersebut.

Junior Manajer Kantor Cabang Telkom (Kancatel) Mamuju Agustinus menyatakan, jadwal pemasangan kabel tersebut ditargetkan selesai maret lalu.namun, hal itu terpaksa tertunda karena proyek pelebaran jalan sering memotong kabel yang telah tertanam.

“Seperti contoh pelebaran jalan yang ada di desa botteng.tidak adanya koordinasi sejak awal, banyak kabel fiber optik yang putus akibat aktivitas mobil pengeruk tanah,” ungkapnya kepada wartawan di Mamuju belum lama ini. padahal, satu lembar kabel fiber optik hanya memiliki tebal sama seperti rambut dan sangat mudah terputus.

“Bisa dibayangkan, dalam satu kali mobil sebesar itu mengeruk tanah, berapa kabel yang bisa terputus,”ujarnya. Jika satu kabel terputus, 960 jaringan telepon pelanggan pun tidak dapat digunakan.“Makanya kalau ada kabel yang putus, terpaksa kami harus menggantinya lagi. Nah, inilah yang membuat pemasangan kabel menjadi lama,”tutur dia.

Karena itulah, lanjut Agustinus, terpaksa mendapatkan sanksi berupa denda. saat ini perbaikan dan pemasangan kabel masih terus dilakukan dan ditargetkan juli mendatang seluruhnya sudah dapat diselesaikan.

Setelah itu,barulah pihak kancatel mamuju dapat menggunakan soft switch.apabila alat itu sudah dioperasikan, satelit yang selama ini digunakan kancatel mamuju dapat diganti.

Meskipun memiliki ukuran yang tidak begitu besar,alat itu dapat digunakan untuk pelanggan yang jumlahnya jauh lebih banyak dari sebelumnya. sebelumnya, sejumlah warga mamuju mengeluhkan tidak stabilnya layanan telepon rumah di daerah tersebut.

Selain suara yang tidak jelas,telepon rumah yang digunakan kadang tersambung, tetapi langsung kembali terputus. (abdullah nicolha).

Ketua KPU Mamuju DPO

Monday, 01 June 2009
MAMUJU (SI) – Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Mamuju Zainal Abidin bersama seorang anggotanya,Bohari,masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).

Pasalnya, kedua tersangka diduga terlibat kasus penggelembungan suara pada Pemilu Legislatif 9 April lalu.Saatiniberkaspemeriksaannya dilimpahkan ke pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Mamuju kemarin. Sementara tiga anggota KPU Mamuju lainnya, yakni Sulaeman Rahman,Burhanuddin,dan Hasrat Lukman yang juga menjadi tersangka kasus penggelembungan suara pada pemilu legislatif lalu, terlihat masih berada di Mamuju dan telah diserahkan ke kejari.

Ketiga tersangka tersebut dibawa dandiserahkanke pihakkejaksaan dengan memakai mobil dan dikawal ketat aparat kepolisian setempat dan langsung diserahkan ke Jaksa Penuntut Umum Kejari Mamuju. Pelimpahan berkas tersebut sempat diwarnai debat antara pihak penyidik Polres Mamuju dan pihak kejari.Alasannya,masih ada dua tersangka lainnya yang hingga kini belum diserahkan pihak kepolisian ke kejari.

Salah seorang tersangka yang hari ini berkasnya dilimpahkan, Sulaiman Rahman, menyatakan bahwa pihaknya tidak menerima apabila hanya mereka bertiga yang berkasnya ditindaklanjuti.Sementara dua tersangka lainnya belum ditindaklanjuti. “Kami inginkan semua berkas tersangka ditindaklanjuti,” katanya kepada sejumlah wartawan kemarin. Menurut dia, kedua tersangka tersebut, yakni Ketua KPU Mamuju Zainal Abidin dan Bohari, merupakan aktor intelektual dengan adanya penggelembungan suara tersebut.

“Aktor utama masalah ini adalah mereka berdua, makanya harus segera ditindaklanjuti juga,”ungkapnya. Informasi yang dihimpun SI,kedua tersangka yang saat ini dianggap sebagai DPO Polres Mamuju diduga kuat sengaja bersembunyi. Lantaran keduanya tidak bisa dihubungi, bahkan nomor ponsel yang biasa digunakan tidak aktif. Kendati demikian, pihak kepolisian setempat berjanji akan terus mencari tahu keberadaan mereka dan secepatnya menyerahkan ke pihak Kejari Mamuju selaku penuntut umum.

“Kami akan terus mencari tahu keberadaan kedua tersangka tersebut dan akan menyerahkannya ke pihak kejaksaan,” kata Kur Bin Ops Polres Mamuju Ipda Ihsanuddin kemarin. Sementara itu, pihak Kejari Mamuju Sawabi SH mengaku, akan secepatnya melimpahkan berkas perkara ketiga tersangka tersebut ke Pengadilan Negeri (PN) setempat, sambil menunggu kedua tersangka lainnya.

“Kami tetap akan mempercepat prosesnya hingga ke PN,”ungkapnya. Menurutnya, ketiga tersangka tersebut, masing-masing akan dikenai Pasal 299 UU No 10/2008 terkait kelalaian dengan ancaman 12 hingga 18 bulan penjara dan denda Rp12–18 juta.

Ketua Pokja Tabulasi Divonis 1 Tahun

Terdakwa kasus penggelembungan suara yang menyeret Ketua KPUD Pangkep beserta empat anggotanya Senin kemarin menjalani sidang putusan di Pengadilan Negeri (PN) Pangkep. Sidang kasus dugaan pelanggaran pidana pemilu yang dipimpin Hakim Ketua Erwin P menjatuhkan hukuman penjara untuk Ketua Pokja Tabulasi Suara Haniah satu tahun penjara dan denda Rp500 juta.

Keputusan PN ini tidak berbeda dengan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU).Hanya bedanya subsidernya, yaitu kurungan dari lima bulan menjadi tiga bulan.Terdakwa Haniah terbukti melanggar Pasal 298,Pasal 299 ayat 1 dan 2.Terdakwa sengaja menggelembungkan suara caleg tertentu hingga jumlahnya mencapai ribuan.Pada persidangan kedua di tempat yang sama, pembacaan vonis untuk empat anggota KPUD lainnya juga dilaksanakan.

Majelis yang diketuai Agus Iskandar memutuskan keempat terdakwa,yaitu Ketua KPUD H Abd Rahman Kambi serta tiga anggotanya, yakni HM Idris Aliyafie, Mutahar dan Quratul Uyun, dibebaskan dari segala tuntutan JPU karena tak terbukti bersalah. (abdullah nicolha/najmi s limonu).

Monday, June 1, 2009

Perda PAD Banyak yang Tak Tuntas

Sunday 02 June 2009
MAMUJU (SI) – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Mamuju hingga saat ini belum dapat menuntaskan evaluasi Peraturan Daerah (Perda) yang pada umumnya mengenai Perda Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Evaluasi Perda tersebut dinilai perlu dilakukan karena sebagian dari peraturan itu sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi yang ada saat ini. “Harusnya, DPRD merampungkan evaluasi itu sehingga tidak ada lagi perda yang mubazir atau tidak berlaku lagi karena dinilai tidak memengaruhi pembangunan di Mamuju,” kata Ketua Umum Front Mahasiswa Pembela Rakyat (Frampera) Sulbar Muh Amril kepada SI, kemarin.

Menurut dia, apabila dewan tidak dapat menyelesaikan tugas-tugas mereka artinya, DPRD tidak berhasil melaksanakan program kerja selama kurung waktu lima tahun. Maka, nanti pekerjaan tersebut otomatis dibebankan kepada anggota DPRD periode selanjutnya.

“Mudah-mudahan saja, hal itu menjadi preoritas anggota dewan periode selanjutnya, sehingga dapat menutupi kekurangan anggota legislatif sebelumnya,” ungkapnya.

Ketua DPRD Mamuju Muh Thamrin Endeng mengaku bahwa banyak Perda yang masih diberlakukan di Mamuju, tapi sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi yang ada saat ini.

Dia menuturkan, pihaknya tidak dapat memperkirakan berapa Perda yang masih harus dievaluasi. Sebab, jumlah Perda yang ada di daerah tersebut cukup banyak. Seharusnya masa jabatan selama lima tahun bisa digunakan untuk mengevaluasi sekaligus merevisi.

Sementara informasi yang dihimpun SI di gedung rakyat, disebu-sebut sebagian besar dari Perda itu berkaitan dengan PAD.

“Bisa dilihat, karena banyak yang sudah tidak relevan lagi, pemasukan daerah pun menjadi kurang maksimal,” ungkap dia.

Menurut legislator Partai Golkar ini, kendala yang dihadapi dalam melaksanakan tugas itu cukup besar yakni, waktu yang tersedia tidak sebanding dengan banyaknya Perda. Hal tersebut ditambah dengan banyaknya kasus yang tiba-tiba terjadi dalam perjalanan dan mendesak untuk diselesaikan.

Dengan melihat waktu yang tersisa, tidak mungkin lagi bagi DPRD Mamuju untuk merampungkan proses evaluasi dan revisi Perda yang dimaksud. Saat ini saja, DPRD Mamuju masih dalam tahap pembahasan Ranperda Badan Penanggulangan Bencana Daerah. “Bisa dikatakan pengesahan Ranperda itu merupakan persembahan terakhir pada masa jabatan kami,” ujarnya.

Karena itu, dia mengharapkan agar tugas tersebut nanti dapat dilanjutkan oleh anggota DPRD Mamuju pada periode selanjutnya.

“Yang jelas, evaluasi ini tetap harus menjadi agenda prioritas bagi anggota legislatif nanti. Kalau tidak dilakukan dengan cepat, tentu akan berdampak pada terhambatnya pembangunan daerah,” tandas kader Golkar ini yang akan menduduki jabatan anggota DPRD Sulbar periode 2009-2014. (abdullah nicolha).

Murid SDN Salunusu Terancam Putus Sekolah

Sunday 02 June 2009
MAMUJU (SI) -- Sejumlah murid asal Sekolah Dasar (SD) Negeri Salunusu Desa Salule’bo, Kecamatan Sampaga, Kabupaten Mamuju terancam putus sekolah. Pasalnya, fasilitas sekolah Menengah Pertama (SMP) di daerah tersebut minim.

Kepala SDN Salunusu Junardi Limpu Kasih menyatakan, murid-murid yang telah lulus saat ini terancam tidak bisa melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi, karena fasilitas SMP tidak tersedia.

“Tahun lalu, kami sudah menamatkan sebanyak 10 murid. Enam orang lainnya terpaksa putus sekolah. Hanya empat murid yang bisa melanjutkan SMP. Itu pun mereka harus ke daerah lain. Sementara jarak SMP dari Desa Salule'bo sangat jauh dan membutuhkan waktu yang lama. Untuk sampai kesana juga harus menyebrang sungai,” kata dia.

Menurut dia, tahun ini delapan murid sudah melaksanakan ujian. Tinggal menunggu hasilnya. Kalau belum juga ada SMP, terpaksa juga akan mengalami hal yang serupa.

Hingga saat ini, pihaknya berupaya untuk membuka kelas tujuh sampai sembilan kelas di Desa Salule'bo. Namun, upaya tersebut menemui kendala dari Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Dikpora) Mamuju.

“Sekarang kami tidak membutuhkan dana. Yang sangat kami harapkan adalah status kelas yang akan didirikan. Kalau soal tempat belajar, masyarakat setempat sudah banyak berpartisipasi,” tandas dia. Selain status kelas, pihak sekolah juga membutuhkan petunjuk pelaksanaan.

Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Dikpora) Mamuju Mustafa Kanpil yang coba dikonfirmasi kemarin tidak berhasil. Kendati demikian, Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Sulbar Muh Jamil Barambangi menyatakan, syarat untuk membangun sebuah sekolah adalah harus menyelesaikan permasalahan lahan yang akan ditempati bangunan sekolah nanti.

“Kami telah mengimbau kepada pihak yang ingin membangun sekolah agar menyelesaikan persoalan sengketa lahan karena ditakutkan setelah sekolah dibangun, ada yang menuntut ganti rugi,” tutur dia. (abdullah nicolha).

Penerbit Surat Keterangan Asal Usul Kayu Perlu Pembinaan

Terkait Maraknya Penebangan Kayu

Monday 01 June 2009
MAMUJU (SI) – Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Kabupaten Mamuju dalam waktu dekat ini akan memberikan pembinaan terhadap penerbit Surat Keterangan Asal Usul Kayu (SKU) dalam hal ini para Kepala Desa (kades) karena menilai hal tersebut perlu dalam penerbitan surat tersebut.

Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Kehutanan Mamuju Muhammad Yani menyatakan, kasus yang banyak terjadi selama ini dalam penerbitan SKU tersebut adalah banyak penerbit SKU yang dalam hal ini Kepala Desa yang tidak begitu paham jenis kayu yang masuk kategori kayu rakyat.

“Kesalahan memang tidak sepenuhnya ada pada kepala desa, karena ada beberapa jenis kayu yang bentuknya sangat mirip, sehingga sulit dibedakan, makanya, perlu pendampingan dan pembinaan bagi mereka,” tuturnya di Mamuju, belum lama ini.

Dia menyebutkan, jenis-jenis kayu rakyat yang memiliki kemiripan adalah jenis kayu ketapang dan tipulu. “Jangankan kepala desa sebagai penerbit SKU, penyidik kehutanan pun kadangkala mengalami kesulitan untuk membedakan,” sebutnya. Sedangkan kayu rakyat yang dimaksud itu harus berada dalam lingkungan atau pekarangan milik warga yang bersertifikat. “Kalau tidak, minimalnya memiliki sporadik,” ungkap Yani.

Akan tetapi kata dia, fakta yang banyak terjadi di lapangan, terdapat beberapa jenis kayu di pekarangan warga yang tidak masuk kategori dalam SKU. Akibatnya, kadang masyarakat juga tidak tahu untuk membedakannnya. Karena itulah, Dishutbun mengeluarkan kebijakan baru, yakni untuk menerbitkan SKU, kepala desa akan didampingi oleh penyidik kehutanan.

“Memang ini adalah kewenangan dari desa yang bersangkutan. Posisi kami di sini hanya sebagai pendamping saja. Sekaligus kami juga akan melakukan sosialisasi,” jelasnya. Disamping itu, pihaknya juga telah mendirikan pos penjagaan di pintu gerbang kota Mamuju. Pos tersebut akan menjadi tempat untuk memeriksa dokumen truk yang membawa kayu, baik dari dalam maupun ke luar kota Mamuju.

Bahkan, sejak 2007, pengambilan kayu rakyat dilegalkan melalui Surat Menteri Kehutanan S/52 Tahun 2007. Di Mamuju sendiri, pelaksanaannya baru dicanangkan tahun ini. “Pengambilannya pun harus didasarkan atas SKU yang diterbitkan oleh kepala desa setempat,” tandasnya. Sesuai dengan aturan yang ada, terdapat 21 jenis kayu rakyat yang bisa dikelola. Di luar jenis tersebut, maka harus memiliki dokumen tersendiri.

Sebelumnya, dalam uji petik yang dilakukan oleh Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Mamuju beberapa waktu lalu, Penyidik kehutanan menyita beberapa batang kayu yang tidak sesuai dengan Surat Keterangan Asal-Usul Kayu (SKU). Sejumlah kayu tersebut berasal dari Kecamatan Sampaga.

Sebelumnya, di Kabupaten Polewali Mandar (Polman) pihak Polisi Hutan (Polhut) setempat juga berhasil menyita 850 batang kayu atau 60 kubik kayu ulin yang siap di berangkatkan ke provinsi tetangga.

Ratusan batang illegal logging tersebut diduga berasal dari hutan lindung di Desa Luyo Kecamatan Luyo. Kendati telah menemukan barang bukti, namun dalam razia rutin kali ini cukong kayu dan sejumlah pelaku lainnya yang sempat terlihat di lokasi penampungan kayu berhasil kabur ke dalam hutan saat puluhan aparat Polhut mendatangi dan mengerebek wilayah tersebut.

Bahkan, puluhan aparat Polhut yang melakukan razia rutin itu sempat melakukan pengejaran terhadap para pelaku pembalakan liar selama kurang lebih satu jam. Namun, mereka kehilangan arah dan kembali menyisir perkebunan, hingga ke perkampungan dan sejumlah jalan-jalan desa.

Anggota Polhut setempat Kamuliddin menyatakan, dalam penyisiran tersebut, pihaknya berhasil menemukan batang kayu yang berserakan di jalan dan beberapa titik di lokasi itu. Ironisnya, sejumlah kayu yang sengaja disembunyikan di dalam semak-semak hutan oleh para pelaku agar tidak terlihat mencolok bagi warga yang sering melewati lokasi itu.

“Karena kejelihan yang dilakukan sejumlah aparat Polhut saat menyisir tempat itu, akhirya berhasil menemukan sedikitnya berjumlah 850 batang kayu atau 60 kubik kayu ulin yang siap di berangkatkan ke tetangga propinsi,” katanya kepada sejumlah wartawan seusai melakukan penyisiran kembali. (abdullah nicolha).

Ratusan Warga Mapilli Tak Masuk Daftar Pemilih

Monday 01 June 2009
POLEWALI (SI) – Menjelang Pemilihan Presiden (Pilpres) 8 Juli mendatang, Daftar Pemilih Tetap (DPT) di Kabupaten Polewali Mandar (Polman) masih mengandung masalah. Terbukti, ratusan warga di Kecamatan Mapilli tidak terdaftar dalam DPT.

Hal tersebut terkuak saat Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kecamatan Mapilli, Kabupaten Polman menggelar inspeksi mendadak (Sidak) ke sejumlah desa hingga ke dusun di kecamatan tersebut.

Kegiatan yang dilakukan Panwaslu tersebut dilakukan sejak dua hari terakhir dan berhasil menemukan ratusan warga yang tidak terdaftar sebagai pemilih. Padahal, pekan lalu Komisi Pemilihan Umum (KPU) Polman telah menetapkan 267.000 pemilih tetap yang tersebar di 16 kecamatan di daerah tersebut.

Seperti yang terjadi di Dusun Massandra, Kecamatan Mapilli, puluhan warga setempat ditemukan belum terdaftar namanya di DPT. Padahal, warga mengaku bahwa, pihaknya telah berkali-kali mengadu ke petugas validasi pemilih namun, sebagian warga tetap luput dari pendataan petugas.

Arifin ,33, salah seorang warga Mapilli mengaku kecewa berat dengan kinerja petugas KPU Polman yang tidak mendaftarkan dua orang anaknya sebagai pemilih di DPT.

“Yang jelas saya merasa kecewa kepada petugas KPU yang tidak mendaftarkan dua orang anak saya, padahal sudah saya laporkan,” kata Arifin dengan nada kecewa.

Ketua Panwaslu Kecamatan Mapilli Suardi Toni menyatakan, pihaknya akan terus melakukan razia untuk membantu warga yang tidak terdaftar sebagai pemilih di DPT, hingga batas akhir pendataan yakni hari ini (kemarin) 31 Mei. “Kami tetap akan berupaya membantu warga yang tidak terdaftar,” tegas Suardi. (abdullah nicolha).

Sunday, May 31, 2009

Warga Majene Diserang DBD

Monday, 01 June 2009
MAJENE(SI) – Sedikitnya delapan orang anak di Kabupaten Majene,Sulawesi Barat (Sulbar) terpaksa dilarikan ke rumah sakit setempat,lantaran diserang penyakit demam berdarah.

Hal itu akibat datangnya musim penghujan di daerah itu sehingga penyakit berbahaya tersebut menghantui warga setempat. Dari pemeriksaan yang dilakukan oleh pihak rumah sakit dua dari delapan anak tersebut sudah dinyatakan positif menderita DBD.

Data yang dihimpun SI dua anak yang sudah dipastikan terjangkit yakni,Ismawati,6,anak dari keluarga Ismail,30,warga Desa Parrasangan, Kecamatan Sendana dan Nurlisa, 9,yang juga merupakan warga Sendana anak dari Rahmatullah,29.

Kepala RSUD Majene Hj Rahmi mengatakan,dari delapan anak yang masuk ke rumah sakit dan diduga terserang DBD hanya tiga orang yang dirawat. Sementara enam anak lainnya tidak menjalani perawatan secara intensif (tidak diopname).

“Ada delapan yang masuk ke sini (RSUD) Pak, pada awalnya kedelapan anak tersebut memiliki gejala yang sama yakni suhu badan yang meninggi dan di sekujur tubuhnya terdapat bercak-bercak merah.Namun, setelah diperiksa melalui uji darah di laboratorium ternyata hanya dua diantaranya yang positif terjangkit,” katanya kepada wartawan di tempat kerjanya,kemarin.

Dia menuturkan, keduanya saat ini masih dalam perawatan intensif di RSUD Majene dan telah enam hari dirawat, Ismawati sendiri dari pemeriksaan pihak rumah sakit,di beberapa bagian tubuhnya terlihat ada bercak merah begitu juga yang terjadi pada Nurlisa.

Sementara itu, orang tua korban Ismail menyatakan, saat melihat kondisi anaknya yang sudah dua hari menderita demam pihaknya langsung berinisiatif untuk membawanya ke rumah sakit.

Selain panas demam juga mendapati bagian tubuh anaknya yang mengalami bercak-bercak merah. “Saya bawa ke rumah sakit ini karena badannya panas tinggi dan ada bercak-bercak merah. Itulah yang membuat saya khawatir,makanya kami langsung bawa kesini,” ungkapnya dengan nada haru.

Senada diungkapkan Rahmatullah, 29, yang juga merupakan orang tua korban Nurlisa bahwa, kekhawatirannya bersama sang istri bertambah saat melihat anaknya yang tak kunjung berhenti dari demam.

“Kami khawatir karena sudah dua hari panas demamnya tidak turun,kami tambah panik saat melihat sebagian tubuhnya juga ada bercak merah,”tuturnya. Orang tua korban juga sempat membawa anak mereka ke puskesmas setempat, namun pihak puskesmas menyarankan untuk membawanya langsung ke RSUD di Majene, karena peralatan di puskesmas tersebut tidak memadai.

“Kami sempat ke puskesmas tapi mereka menyarankan untuk membawanya langsung ke RSUD Majene karena disana ada laboratorium,” ungkapnya. Mereka berharap, agar penyakit yang diderita anak mereka dapat segera sembuh dan bisa bersekolah kembali.

Hingga kemarin, kedua anak tersebut masih menjalani perawatan secara intensif di ruang perawatan anak yang terjangkit DBD. Sementara enam anak lainnya sudah diperbolehkan pulang karena hanya menderita demam biasa.

Data yang dihimpun SI, hingga Mei terhitung sejak Januari 2009 ini,sudah 17 kasus DBD yang tercatat di RSUD Majene, lima diantaranya dinyatakan positif mengidap penyakit tersebut. (abdullah nicolha).