Friday, June 5, 2009

Memudarnya Perahu Kuno Pakur dan Jomon Khas Mandar

PELAYARAN MANDAR – JAPAN (1)


Tuesday 02 June 2009

Untuk mewujudkan cita-cita peneliti asal Jepang menjejaki penyebaran umat manusia melalui laut, mereka memilih perahu khas Mandar yang jarang dikenal masyarakat setempat yakni perahu Pakur dan Jomon.

PADAHAL jenis perahu tersebut “lebih khas” Mandar daripada sandeq. Di daerah Mandar (Sulawesi Barat), tak ada lagi perahu pakur yang digunakan berlayar. Artinya, perahu pakur sudah punah di tanah Mandar. Kendati demikian, bangkainya masih dapat ditemukan saat ini, yakni di Desa Manjopai’ Kecamatan Tinambung, Kabupaten Polman. Sementara di tempat lain juga masih dapat dijumpai di Desa Luwaor, Kecamatan Pamboang, Kabupaten Majene.

Bangkai pakur di Manjopai’ masih memiliki penutup lambung (dek) dan baratang, sedangkan di Luwaor, tinggal balakang-nya (kayu gelondongan yang dikeruk) saja. Melihat ukuran lambung, pakur adalah jenis perahu bercadik berukuran besar.

Rata-rata tinggi lambung pakur lebih satu meter. Bandingkan dengan sandeq yang biasa digunakan berlomba. Bekas balakang (kayu utuh yang dikeruk yang menjadi lunas perahu) pakur di Luwaor tingginya lebih semeter, balakang pakur sandeq Raditya (juara Sandeq Race 2007) tak sampai 50 sentimeter.

Pakur adalah perahu gempal yang bodinya tinggi, tapi panjangnya rata-rata delapan meter. Sedang sandeq lomba, lambung pendek tapi ukurannya panjang, rata-rata lebih 10 meter. Sebenarnya pakur Mandar masih bersiliweran berlayar di beberapa bagian laut Nusantara, yaitu di perbatasan Laut Jawa, Selat Makassar, dengan Laut Flores, tepatnya Laut Bali (perairan utara Bali). Kok bisa? Lalu siapa yang menggunakan pakur Mandar di sana?

Ada beberapa pulau di Kepulauan Kangean di Laut Bali (masuk wilayah administratif Provinsi Jawa Timur) yang dihuni oleh orang Mandar. Beberapa diantaranya Pulau Pagarungan Besar, Pulau Pagarungan Kecil, dan Pulau Sakala. Sekedar catatan, perahu Samuderaksa, replika perahu borobudur yang digunakan berlayar dari Indonesia ke Ghana, Afrika dibuat oleh orang-orang Mandar di Pulau Pagarungan.

Peneliti Kebudayaan Bahari asal Polman Muhammad Ridwan Alimuddin menyatakan, dari riset yang dilakukannya sejak 2005 lalu, di pulau tersebut nelayan Mandar yang masih menggunakan perahu bercadik dan layar sebagai tenaga pendorong, dipastikan menggunakan pakur. Malah banyak pakur yang berasal dari Mandar.

“Bentuk layar yang digunakan bukan lagi jenis tanjaq (segi empat), tapi jenis lete. Nelayan di Majene biasa menyebutnya layar “tigaroda”. Meski bentuknya segitiga, tapi teknik penggunaan dan konstruksi tiang layarnya berbeda dengan sandeq,” katanya. Menurut dia, Perahu Pakur adalah jenis perahu kuno. Sebab jenis layarnya masih menggunakan jenis layar tanjaq, jenis layar khas Austronesia.

Peneliti perahu dari Jepang Prof. Osozawa Katsuya mengaku jenis perahu pakur adalah salah satu bentuk evolusi perahu bercadik yang dibuat orang-orang Austronesia, yaitu penggunaan papan dek sebagai penutup lambung.

Informasi yang dihimpun SI, saat pelaut, nelayan, tukang perahu Mandar bersinggungang dengan teknologi pelayaran orang Eropa (karena banyak pelaut Mandar yang berlayar ke Makassar, Surabaya, hingga Tumasik/Singapura), orang Mandar mengadopsi teknik layar segitiga orang Eropa (yang juga terjadi pada perahu dagang orang Makassar). (abdullah nicolha/bersambung).

No comments: