Friday, June 5, 2009

Bahan Baku Kapal Berasal dari Lima Desa di Polewali Mandar

PELAYARAN MANDAR – JEPANG (3 HABIS)


Thursday 04 June 2009

Dari mana bahan pembuat perahu para pelaut Mandar? Terdapat lima desa di wilayah Sulawesi Barat (Sulbar) yang sejak zaman dahulu disinggahi para pelaut Jepang dan jadi pemasok bahan perahu berkualitas.

PERTAMA adalah Desa Muhajir, sekitar 30 km dari ibu kota kecamatan Korossa, Mamuju (atau sekitar 600 km dari Kota Makassar). Desa ini menyediakan bahan kayu untuk bagian tobo, dek, dan rotan.

Berikutnya adalah pulau Kambunong, Kecamatan Korossa, pulau kecil tak jauh dari jalan trans Sulawesi. Sebelum orang Jepang menuju hutan Mamuju di Muhajir untuk mendapatkan kayu perahu, mereka lebih dulu mengenal, mempelajari, dan menjiwai kebudayaan bahari Mandar. Di kampung manakah orang Jepang melakukannya?

Kampung yang dipercaya bisa menfasilitasi orang Jepang mengenal lebih dalam kebudayaan bahari Mandar adalah Dusun Lambe, Desa Karama, Polewali Mandar. Lambe adalah dusun kecil satu kilometer dari muara Sungai Mandar. Warga desa ini dikenal sebagai awak sandeq tercepat, lincah, sempurna, dan tunggang Samudra.

Warga Lambe juga ramah terhadap orang asing, senang membantu, terbuka, dan gampang akrab. Di Lambe, terdapat industri tradisional Mandar yang amat signifikan dalam kebudayaan bahari Mandar, yaitu pembuatan tali. Hampir semua orang Lambe, termasuk gadis kecil memiliki keterampilan dasar membuat tali.

Di Lambe, anggota tim The Sea Great Journey belajar melaut (melayarkan sandeq ukuran kecil) dan mengenal proses pembuatan tali. Tidak hanya itu, di Lambe, mereka juga menyaksikan beberapa bentuk kebudayaan Mandar. Pernikahan, tradisi pada bulan puasa, saeyyang pattu’du, syukuran, dan lain-lain.

Lambe menjadi basis kegiatan tim The Sea Great Journey ketika mempersiapkan bahan baku perahu. Dari sini berkembang informasi asal mula bahan-bahan kayu, bambu, rotan dan layer.

Pada Ramadhan 1429 lalu, tim The Sea Great Journey mengumpulan bambu. Bambu kecil mereka ambil dari Desa Allu, Kecamatan Allu, Polewali Mandar. Bersama petani bambu di sana, orang Jepang menebang sendiri bambu dan bersama dua orang Allu merakitkan bambunya hingga sampai di muara Sungai Mandar. Bambu untuk bahan palatto (katir) berasal dari Mamasa.

Kampung berikutnya Lanu, berjarak sekitar dua km dari Desa Sumarrang, Kecamatan Campalagian Polman. Kampung Lanu dulu layar karoro’. Pohon lanu (janurnya adalah bahan dasar pembuatan pappas atau benang dari serat alam), kayang (atap), dan karoro (tenunan pappas).

Berikutnya Luaor, kampung pelaut di Kecamatan Pamboang, Kabupaten Majene. Satu-satunya kampung di Mandar yang kaum lelakinya masih banyak yang bisa melayarkan perahu berlayar tanjaq adalah Luaor.

Kampung lain yang berperan serta menyumbangkan sumberdayanya adalah Parabaya, kampung kecil berjarak sekitar 50 km ke arah utara dari Luaor atau enam km dari Baturoro. Dari tempat inilah, jati untuk baratang, tanjoq, kalandara, pa’lea, tadi’, dan guling (kemudi) berasal.

“Itu merupakan jejaring antar kampung yang berperan penting dalam kegiatan The Sea Great Journey, pelayaran perahu bercadik Mandar ke Jepang,” kata peneliti kebudayaan bahari Muhammad Ridwan Alimuddin bangga. (abdullah nicolha).

2 comments:

Andha said...

Terima kasih atas paparan yang sangat informatif, menambah wawasan dan melegakan kehausan saya pada jejak-jejak sejarah leluhur yang kian hari, kian kabur.

Andha said...

Terima kasih atas paparan yang sangat informatif, menambah wawasan dan melegakan kehausan saya pada jejak-jejak sejarah leluhur yang kian hari, kian kabur.