Thursday, January 22, 2009

Petani Merugi Rp7 Miliar

Thursday, 22 January 2009

POLEWALI(SINDO) – Para petani di Kab Polman,Sulawesi Barat (Sulbar), diperkirakan merugi hingga Rp7 miliar.

Hal itu disebabkan ratusan hektare (ha) gagal panen pascabanjir bandang pada Sabtu (10/1) lalu. Ratusan lahan tersebut mengalami kerusakan berat setelah diterjang banjir bandang yang mengakibatkan kerugian bagi para petani di daerah tersebut merugi hingga miliaran rupiah.

“Kerugian yang kami alami pada sektor pertanian sekitar Rp7 miliar dan tersebar di semua lokasi banjir,” kata Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan Polman Hasanuddin Kandatong kepada SINDO,kemarin. Dia mengaku, saat banjir bandang melanda Polman, ribuan lahan persawahan tergenang air.

Namun,setelah didatadandipantaulangsungke lapangan pada dua hari pascabanjir, sekitar 795 ha sawah mengalami kerusakan berat,bahkan mati.“Saat banjir hari pertama,banyak yang tergenang. Akan tetapi, setelah diteliti, 795 ha yang mengalami kerusakan berat, sementara 2.000-an ha lainnya masih dapat diperbaiki dan akan dapat berproduksi dengan baik.Jadi,2000-an ha itu hanya tergenang,”jelasnya.

Data yang dihimpun SINDO, lahan pertanian tersebut banyak terdapat di Kecamatan Polewali,Wonomulyo, dan Campalagian.Sementara untuk bidang peternakan juga mengalami kerugian sekitar Rp1,7 miliar. Pasalnya, hewan ternak di beberapa kecamatan yang dilanda banjir,mati terbawa arus air.

“Setelah kami mendata, kerugian sektor peternakan mencapai Rp1,7 miliar,” tuturnya. Peternak tersebut banyak terdapat di Kecamatan Alu, Limboro, Tinambung, dan Campalagian. Kunding, 41, salah seorang petani Campalagian menyatakan, akibat banjir bandang tersebut, pihaknya merugi sekitar Rp100-an juta karena padi yang akan segera dipanen tergenang air.

“Kami tidak bisa berbuat banyak karena hal ini bencana alam. Sekarang yang kami harapkan hanya bantuan pemerintah untuk membenahinya,” katanya.Sementarapetani di sekitar Bendungan Sekka- Sekka yang merupakan bendungan terbesar di Polman, kerugian petani di daerah tersebut tergolongbesar. Pasalnya, mereka mengaku,lahan mereka mengalami kerusakan berat akibattidakadanya airyangsaatini mengaliri sawah mereka.

Kerugian juga dialami Dinas Pendidikan (Diknas) Polman pascabanjir yang mencapai Rp2 miliar. Hal tersebut meliputi kerugian pada sektor pendidikan SD, yakni dari fisik sekolah, mebeler, dan bukubuku pelajaran. Begitu juga SMP dan SMA yang sebagian dari fisik dan fasilitas sekolah itu rusak akibat terjangan banjir bandang.

“Setelah dihitung-hitung, jumlah keseluruhan kerugian yang kami alami khusus pada sektor pendidikan mencapai Rp2 miliar, yakni dari fisik dan fasilitas sekolah,” papar Kepala Dinas Pendidikan Polman Najib A Madjid.

Menurut dia, pihaknya telah melaporkan hasil estimasi kerugian tersebut kepada Bupati Polman Ali Baal Masdar dan telah diserahkan ke pemerintah pusat untuk ditindaklanjuti. “Hasil penghitungan itu telah kami selesaikan dan diserahkan bahkan pak bupati sudah ke Jakarta untuk melaporkan masalah tersebut, ”jelasnya. (abdullah nicolha)

Warga Masih Berharap Uluran Tangan Dermawan

Thursday, 22 January 2009

Polewali.Pagi itu tanah di Desa Petoosang Kecamatan Alu kembali basah,terlihat lumpur-lumpur yang sejak sepekan lalu telah mengeras,kembali meleleh sedikit demi sedikit.

SEAKAN ingin kembali mengulang kisah mengerikan yang tertoreh bagi 1000-an warga Petoosang dan sekitarnya. Hujan yang kembali membasahi pemukiman warga yang saat ini berubah menjadi tenda-tenda darurat pasca banjir membuat mereka cemas.

Pasalnya, hujan yang turun malam itu cukup deras dan disertai angin kencang, tetapi ketegangan mereka tidak berlangsung lama karena hujan malam itu hanya turun beberapa menit saja sehingga kecemasan warga akan meluapnya kembali sungai Petoosang hilang. Saat ini, ratusan orang korban banjir yang kehilangan tempat tinggal terpaksa harus tinggal ditendatenda pengungsian,sementara sebagian lainnya memilih tinggal di rumah sanak keluarganya.

Kendati telah mendapatkan bantuan dari pemerintah setempat yakni tempat pengungsian yang layak agar para korban banjir tersebut tidak terserang penyakit. Mereka tetap ingin tinggal di lokasi rumahnya kini telah rata dengan tanah. Sementara Gubernur Sulbar Anwar Adnan Saleh berjanji, pihaknya dalam waktu dekat akan mengupayakan penampungan sementara yang lebih refresentatif di lokasi yang lebih layak dan aman.

Lokasi penderian tenda tersebut sebelumnya merupakan perkampungan yang padat karena juga sebagai bagian dari pasar Kecamatan Alu. ”Memang ada bantuan pemerintah yakni tempat yang lebih layak untuk mengungsi tetapi kami tetap ingin tinggal di lokasi rumah kami yang dulu.

Kami merasa berat hati meninggalkannya karena sudah puluhan tahun kami tinggal disini, biarlah hanya tenda saja sambil menunggu lokasi ini dibenahi,” kata salah seorang warga Petoosang Syamsul ,42, kepada SINDO,kemarin.

Para korban banjir yang tersebar hampir di seluruh wilayah Polewali Mandar saat ini hanya menanti bantuan dari semua pihak untuk bertahan hidup di tengah masa sulit yang mereka hadapi, banjir bandang tersebut telah menghancurkan semua harta benda mereka, bahkan mereka tidak sempat mengamankan pakaian yang tersisah hanya baju yang melekat di badan mereka saat itu.

”Semuanya habis terbawa arus, tidak ada yang sempat kami ambil, hanya baju yang kita pakai saja yang tertinggal,” tutur Syamsul dengan nada haru. Selain bahan makanan, bantuan berupa pakaian bekas juga diberikan kepada korban banjir. Bahkan, saat pakaian-pakaian tersebut dibagikan, karena takut tidak dapat bagian, para korban banjir langsung berebut untuk memilih pakaian mana yang cocok di badan mereka.

”Hal ini terpaksa dilakukan karena kami tidak memiliki apa-apa lagi semuanya habis terbawa arus,” kata Rahma ,30, warga Petoosang yang ditemui,kemarin. Dia menyatakan, semua warga saat ini hanya memerlukan bantuan dari semua pihak baik dari pemerintah atau pun dermawan yang terketuk hatinya untuk memberikan bantuan, karena tanpa bantuan mereka tidak dapat berbuat apa-apa.

”Rumah hancur, harta benda sudah habis,pakaian pun juga tidak ada, yang jelas kami sangat memerlukan bantuan, apa saja yang dapat membuat kami senang dan bisa bertahan hidup,”tuturnya. Pemerintah Kabupaten Polman sendiri dalam penanganan pasca banjir tersebut telah menyalurkan bantuannya baik berupa, beras, mie instan, air mineral, obat-obatan dan pakaian bekas.

Begitu juga dengan Pemerintah provinsi Sulbar juga turut memberikan bantuan yang serupa yang diserahkan langsung oleh Gubernur Sulbar Anwar Adnan Saleh beberapa waktu lalu,hal serupa juga dilakukan oleh jajaran legislator Sulbar, serta pemerintah Kabupaten Majene dan jajaran kepolisin setempat juga turut memberikan bantuan sebagai ungkapan turut prihatin atas musibah tersebut.

Bahkan, untuk menyalurkan bantuan bagi korban banjir yang hingga saat ini masih terisolir pemkab setempat menyalurkannya melalui jalur udara (helikopter) yang merupakan bantuan dari wakil Presiden Jusuf Kalla untuk korban banjir di daerah tersebut.

Data yang dihimpun SINDO, dari Dinas Kesehatan Polman menyatakan bahwa,hingga saat ini pihaknya telah berhasil melakukan pendataan bagi korban banjir yang terserang penyakit yakni mencapai 3.000- an orang.

”Yang berhasil kami data hingga saat ini adalah sekitar 3.000-an korban banjir yang terserang penyakit seperti gatal-gatal dan demam, data itu kami ambil dari mereka yang berobat pada tim medis di setiap lokasi banjir,” kata Kepala Dinas Kesehatan Polman dr Achmad Azis.

Banjir bandang yang melanda daerah Polewali Mandar 10 Januari lalu itu seakan merampas semua yang dimiliki warga setempat, betapa tidak, rumah satu-satunya yang mereka miliki, ladang, kebun, bahkan harta benda lainnya kini hancur dan hilang semua yang tersisah hanya puing reruntuhan dan kenangan pahit yang tak akan pernah mereka lupakan. Sementara untuk rumah penduduk yang terkena terjangan banjir, tercatat 566 hanyut, 1.571 rusak berat, dan 3.858 rusak ringan. (abdullah nicolha)

Limbah Minyak Cemari Pantai

Wednesday, 21 January 2009

MAJENE(SINDO) – Ratusan nelayan di Desa Pellattuang, Kecamatan Tammerodo, Kabupaten Majene,Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar),terpaksa tidak melaut.

Alasannya, mereka diresahkan dengan adanya limbah minyak yang mencemari pantai di daerah tersebut. Mereka memilih tidak melaut karena limbah minyak di perairan Pellattoang meresahkan para nelayan. Apabila limbah tersebut mengenai perahu, para nelayan harus mencucinya dengan minyak tanah.

“Kami malas mencari ikan kalau keadaan seperti ini karena perahu harus dicuci dengan minyak tanah kalau terkena limbah baru bisa hilang,” kata salah seorang nelayan setempat Kamaruddin, 40, kepada SINDO, kemarin. dia bersama nelayan yang lain sudah lima hari tidak melaut karena harus bersusahpayah membersihkan perahu setelah terkena limbah tersebut.“

Cuaca di laut sangat cerah, tetapi kami sangat meresahkan limbah tersebut.Terpaksa kami memilih memarkir perahu di pantai dan mencari kegiatan lain hingga limbah itu hilang,”ungkapnya. Dengan adanya limbah minyak tersebut ratusan nelayan dirugikan karena selama lima hari terakhir ini tidak mendapatkan pemasukan seperti hari-hari biasanya.

“Biasanya kami dapat ikan dengan harga Rp500.000 hingga Rp1 juta, tapi sekarang dengan kerja sampingan (bertani), tidak dapat apa-apa kecuali biaya makan,”tandasnya. Hal senada dikatakan Yusran, 35,yang menyatakan, dengan adanya limbah tersebut warga khawatir jika nanti limbah minyak itu membahayakan warga sekitar, misalnya terserang penyakit.

“Selain mengurangi pendapatan para nelayan limbah tersebut juga dikhawatirkan akan berdampak buruk bagi warga, yakni terserang penyakit,”jelasnya. Apalagi, pantai tersebut merupakan tempat bermain bagi anak-anak sekitar.

Hal itu perlu segera mendapat perhatian pemerintah setempat untuk segera dibenahi agar laut kami, khususnya di perairan Majene tidak tercemar limbah minyak. Dari penuturan warga setempat,limbah tersebut tidak diketahui asalnya dan kapal jenis apa karena warga mengetahui hal itu saat hendak melaut.

“Jadi,kami tidak tahu asal limbah minyak ini karena saat ditemukan tidak ada kapal yang berlabuh saat itu. Jenisnya pun belum diketahui pasti yang jelas kalau terkena perahu baru pibisa hilang kalau pakai minyak tanah,”papar nelayan yang lain Hamzah, 42, di Majene kemarin.

Bupati Majene Kalma Katta yang dikonfirmasi terkait pencemaran pantai itu mengaku, baru mengetahui masalah tersebut dan berjanji akan langsung meninjau ke lokasi tersebut. ”Saya baru mengetahui hal itu dari rekan-rekan, Insya Allah, hari ini (Kamis 22/1),kami akan meninjau ke Pantai Pellattoang,”ujarnya.

Menurut Bupati,pihaknya juga akan mengambil sampel limbah tersebut untuk diteliti. Sebab, hal itu akan membahayakan tumbuhan di sekitar dan otomatis akan mengganggu aktivitas warga setempat. ”Ini merupakan satu masalah yang harus segera diatasi, ”tandasnya. (abdullah nicolha)

Warga Mulai Diserang Penyakit

Wednesday, 21 January 2009

POLEWALI(SINDO) – Warga korban banjir bandang di Kabupaten Polewali Mandar (Polman),Sulawesi Barat (Silbar),Sabtu (10/1) lalu,mulai terserang penyakit demam dan gatal-gatal.

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Polman, sekitar 3.000- an warga korban banjir mulai diserang penyakit dan hampir menyebar di seluruh wilayah banjir. “Dari data kami, ada 3.000 orang lebih yang terserang penyakit demam dan gatal- gatal,” kata Kepala Dinas Kesehatan Polman dr Achmad Azis kepada SINDO,kemarin.

Menurut dia,pihaknya bersama tim gabungan berupaya memberikan penanganan awal terhadap penyebaran penyakit pascabanjir.Sebab,penyakit akibat genangan air biasanya rentan menyerang. “Kami telah melakukan sanitasi, pengurasan air sumur, yang dianggap tempat bersarangnya penyakit,”tuturnya.

Penanganantersebutmerupakan gambaran bahwa pihak Dinkes memberikan pelayan kesehatan kepada masyarakat. Pihaknya selain memberikan pengobatan, juga memberikan petunjuk agar masyarakat dapat menjaga kebersihan, khususnya saat mereka buang air besar (BAB).

Masyarakat menggunakan tempat yang telah disediakan atau memilih tempat yang lebih wajar agar terhindar diare. “Dampak tersebut akan timbul penyakit diare. Karena itu, kami minta memilih tempat yang representatif untuk membuang hajat jangan di sembarang tempat karena akan berdampak pada penyakit,” jelasnya.

Achmad juga menyatakan, pihak tim medis yang ditempatkan di setiap posko penanganan banjir banyak menemukan warga yang terserang demam dan gatal-gatal. Menurut dia, dalam tiap lima hari mengevaluasi setiap posko banjir untuk lebih memaksimalkan pelayanan.

“Pengerahan personil di setiap lokasi banjir dilihat dari kebutuhan, begitu juga dengan obatobatan,” tandasnya. Di Kecamatan Alu, yang merupakan daerah terparah yang terkena bencana banjir, sekitar 100-an lebih rumah para penduduk rata dengan tanah. Sementara yang tampak saat ini adalah tendatenda putih sebagai pengganti tempat para korban yang kehilangan tempat tinggal.

Data yang dihimpun SINDO di posko induk bencana banjir, kerugian materiil akibat banjir bandang tersebut tercatat puluhan ribu hektare (ha) sawah dan ribuan ha tambak hancur,dan sejumlah jembatan putus.

Sementara untuk rumah penduduk yang terkena terjangan banjir, tercatat 566 hanyut, 1.571 rusak berat,dan 3.858 rusak ringan. Wakil Bupati Polman Nadjamuddin Ibrahim menyatakan, pihaknya melakukan penanganan secara cepat agar penyebaran penyakit yang ditimbulkan bencana itu tidak meluas.

“Kami akan terus berupaya menanggulangi bencana ini dalam waktu cepat semaksimal mungkin,”ucapnya. Pantauan SINDO juga menyebutkan, di sebagian besar lokasi banjir tersebut, masih terlihat material banjir, berupa kayu gelondongan, lumpur yang masih bertumpuk dan masih menghalangi warga.

Begitu juga reruntuhan rumah yang hancur akibat hantaman banjir yang belum dapat dibenahi. Hal tersebut dilakukan, lantaran minimnya alat berat yang akan digunakan untuk mengangkut material banjir yang melanda Polman awal Januari lalu.

Terkait banyaknya kerugian material akibat banjir yang melanda Polman beberapa waktu lalu,Gubernur Sulbar Anwar Adnan Saleh yang dihubungi kemarin menyatakan, hingga saat ini belum dapat memastikan kerugian yang ditimbulkan.

Pihaknya sudah meminta Bupati Polman Ali Baal Masdar bersama jajarannya untuk menghitung kerugian yang timbul akibat banjir bandang ini secara teliti. “Kami belum bisa memastikan kerugian akibat banjir ini karena harus dihitung dengan teliti.

Mudah-mudahan dalam waktu dekat dan paling lambat dua hari ke depan, perhitungan jumlah kerugian akibat banjir ini sudah bisa dikeluarkan,”jelasnya. (abdullah nicolha)

Tuesday, January 20, 2009

Kerusakan Hutan 26.000 Ha

Tuesday, 20 January 2009

POLEWALI(SINDO) – Kerusakan hutan di Kabupaten Polewali Mandar (Polman), Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar), mencapai 26.000 hektare (ha), pascabanjir di enam kecamatan.

Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Polman Ismail AM menyatakan, banjir bandang yang terjadi di enam kecamatandiPolmanpadaSabtu (10/1) lalu, disebabkan kritisnya dua hulu sungai yang bermuara ke daerah Polman.

“Kondisi hutan di kedua hulu sungai yang masing-masing berhulu di Majene dan Mamasa ini, rusak akibat penebangan liar, perkebunan, dan aktivitas petani ladang yang berpindah-pindah,” katanya kepada SINDO,kemarin. Dia mengungkapkan, hal tersebut sesuai data pada 2003, yakni luas areal hutan yang rusak mencapai 26.000 ha dari total luas hutan Polman seluas 121.450 ha.

Terakhir kali mendata luas areal hutan yang rusak pada 2003 lalu, hingga kini pemerintah setempat belum mendata luas areal yang rusak, sementara dipastikan laju kerusakan hutan meningkat hingga mencapai 30%. Salah satu penyebabnya, adanya aktivitas penebangan liar di kawasan hutan tersebut, sebagian berubah jadi kebun, dan para petani ladang yang berpindah-pindah.

Sementara dua sungai yang bermuara di Polman, yakni Sungai Mandar yang berhulu di Ulu Manda, Majene, dan Sungai Maloso yang berhulu di Mamasa.Kondisi hulu kedua sungai itu saat ini kritis dan ditambah kerusakan hutan,” jelasnya.

Akibatnya, kondisi di enam kecamatan yang dilanda banjir di Polewali Mandar yakni Kecamatan Alu,Tinambung, Limboro,Tutar,Mapilli, dan Wonomulyo. Dari bencana banjir yang melanda tersebut, bukan hanya air, melainkan disertai lumpur pekat dan material berupa kayu gelondongan,kayu batangan, dan pohon besar dalam jumlah yang sangat besar sehingga lumpuhnya aktivitas warga setempat.

Baharuddin, 48, warga Petoosang mengaku, selama puluhan tahun tinggal di daerah itu, bencana banjir bandang yang terjadi awal Januari tersebut adalah yang pertama kali. “Sekitar 1980-an bencana banjir pernah melanda daerah ini,tapi yang datang hanya air. Begitu pun pada 1990-an, hanya air yang menggenang dan tidak lama, bahkan dampaknya tidak separah ini,”paparnya.

Dia juga menyebutkan, sebagian besar warga setempat tidak meninggalkan rumah karena mereka berpikir banjir tidak separah ini. Hanya disebabkan hujan selama dua hari. “Kami pikir banjir yang terjadi kemarin banjir biasa.Maka,kami tidak terlalu menghiraukan barangbarang,” tandasnya.

Pantauan SINDO di lokasi banjir terparah, yaitu di Kecamatan Alu,warga setempat hingga kemarin masih kesulitan membersihkan material kayu yang terbawa bersama arus air serta lumpur yang sudah keras dan masih menggenangi rumah-rumah warga, sekolah,puskesmas,dan lainnya.

Sementara batang-batang kayu dan pohon besar dan tumpukannya hingga mencapai ketinggian lebih dua meter,membuat warga tidak bisa berbuat banyak, selain mengharapkan bantuan alat berat dan tenaga manusia. “Untuk membersihkan lumpur pun sulit kami lakukan karena tidak ada tempat pembuangan,” kata Kepala RT I Lingkungan Petoosang Juhu kepada SINDO.

Pemprov Sulbar mengakui bahwa fasilitas alat berat masih sangat minim untuk melakukan pembenahan, bahkan beberapa unit telah disediakan di lokasi yang rawan longsor.“ Kami berharap pemerintah pusat dapat menyumbang alat berat agar material yang menumpuk pascabanjir dapat dibersihkan sehingga aktivitas warga pulih kembali,”tutur Kepala Biro Humas Pemprov Sulbar Khaeruddin Anas.

Sementara itu,Polres Polman pada Senin (19/1) malam lalu, berhasil menyita tiga truk yang bermuatan kayu ilegal yang diduga berasal dari kawasan hutan Polman. Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasat Reskrim) Polres Polman AKP Musallah menyatakan,selama ini telah menyita kayu ilegal.

Bahkan, Senin malam lalu, pihaknya mengamankan tiga truk pengangkut kayu yang tidak memiliki surat-surat lengkap.“ Tidak tahu bisa disebut banyak atau tidak,yang jelas adanya penangkapan kayu ilegal,” ucap Kasat Reskrim Polres Polman AKP Musalla melalui ponselnya,kemarin. (abdullah nicolha)

Monday, January 19, 2009

37 Sekolah Masih Lumpuh

Monday, 19 January 2009

POLEWALI (SINDO) – Sebanyak 37 sekolah di Kabupaten Polewali Mandar (Polman), Sulawesi Barat (Sulbar), pascabanjir bandang yang terjadi Sabtu (10/1) lalu,masih lumpuh.

Hal itu karena sebagian sekolah mengalami kerusakan parah sehingga belajar-mengajar dihentikan. Ke-37 sekolah yang masih lumpuh tersebut tersebar merata di wilayah banjir yang melanda Tana Mandar tersebut, di antaranya SMA,SMP, SD,dan sejumlah TK di Kecamatan Alu,Tinambung,Campalagian, Wonomulyo, Luyo, Tubi-Taramanu (Tutar), dan Polewali.

”Kebanyakan sekolah tersebut mengalami kerusakan parah sehingga belajar- mengajar terpaksa dihentikan,” kata Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Polman Najib A Madjid kepada SINDO,kemarin. Menurut dia,pihaknya berupaya belajar mengajar segera dipulihkan agar pendidikan tidak berhenti mengingat masa ujian akhir nasional semakin dekat.

”Jadi, kami berupaya segera memulihkannya karena ujian akhir nasional tinggal beberapa bulan lagi,”jelasnya. Saat ini pihaknya mengalihkan beberapa sekolah ke sekolah tetangga untuk penanganan awal, seperti siswasiswi kelas III yang akan menghadapi ujian nanti.

”Jadi,kami memprioritaskan mereka yang sudah duduk di kelas III, baik itu dari SMA, SMP, dan SD, dengan belajar pada sore hari,”paparnya. Pihaknya hingga saat ini belum dapat memberikan data-data akurat tentang nama- nama sekolah yang mengalami kerusakan pascabanjir tersebut.

Yang jelas, SMA diperkirakan berjumlah 5 unit,SMP 5,SD 10 lebih, dan TK sekitar 15-an. ”Sekolah- sekolah ini menyebar di setiap kecamatan yang dilanda banjir,”ucapnya. Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Polman menargetkan pemulihan belajar-mengajar di sejumlah sekolah yang lumpuh tersebut sekitar sepekan.

”Insya Allah, kami telah menargetkan kegiatan belajar-mengajar akan dibuka kembali pekan depan karena pembenahan kecil telah dilakukan bersama semua pihak,”jelasnya. Wakil Bupati Polewali Mandar Najamuddin Ibrahim menyebutkan, untuk membenahi dan mengembalikan belajar-mengajar di sejumlah sekolah pascabanjir, akan membutuhkan anggaran yang tidak sedikit.

Karena itu,kami mengusulkan kepada DPRD untuk dialokasikan dalam Anggaran dan Pendapatan Belanja Daerah (APBD) 2009. ”Kami belum mengetahui dana yang dibutuhkan.Yang jelas, kami sudah sampaikan ke DPRD untuk dimasukkan ke dalam APBD 2009 karena banjir ini perlu mendapat perhatian khusus, ”katanya kepada SINDO,kemarin.

Menurut Wabup yang baru menjabat ini,pihaknya telah menangani sejumlah korban banjir. Bahkan, dia berharap semoga dalam beberapa hari ke depan aktivitas sekolah di Polman dapat segera dikembalikan untuk memaksimalkan belajar-mengajar.

Kendati demikian, pihaknya belum dapat memastikan kapan hal itu dapat terwujud mengingat harus melalui beberapa tahapan. ”Ada beberapa tahap sebelum merehabilitasi, perlu waktu yang agak lama dan mudah-mudahan dapat diwujudkan dalam waktu singkat,”tandasnya. (abdullah nicolha)

Sunday, January 18, 2009

10 Desa di Kawasan Terpencil Masih Terisolir

Monday, 19 January 2009

POLEWALI (SINDO) – Sedikitnya 10 desa di Kabupaten Polewali Mandar (Polman) Sulawesi Barat masih terisolir pasca banjir bandang yang melanda daerah tersebut Sabtu(10/1) lalu.

Kesepuluh desa yang masih terisolir tersebut terdapat di Kecamatan Limboro satu desa yakni Desa Pendulangan, lima desa di Kecamatan Tubi Taramanu (Tutar), dua desa di Kecamatan Alu, Desa PaoPao dan Alu,dan dua desa di Kecamatan Luyo yakni, Desa Sambaliwali dan Pussui Kampung Baru. Informasi yang dihimpun SINDO, kebanyakan dari desa tersebut terdapat di kawasan terpencil karena selain akibat banjir akses jalan juga tertutup oleh longsor.

“Memang masih ada beberapa desa yang terisolir tetapi saya yakin tidak sebanyak itu lagi, karena kami (Pemerintah Kabupaten) telah melakukan beberapa penanganan untuk membuka akses jalan yang tertutup,” kata Wakil Bupati Polman Nadjamuddin Ibrahim kepada SINDO, kemarin. Menurut Wabup yang baru menjabat ini,desa yang sangat sulit dijangkau adalah Desa Tobi dan Taramanu.Pihaknya menyalurkan bantuan melalui udara dengan satu unit helikopter bantuan dari Wakil Presiden Jusuf Kalla.

“Alhamdulillah, dengan helikopter itu kami (Pemkab) dapat menyalurkan bantuan dengan cepat yakni sekira 10 menit sudah berada di lokasi banjir,”jelasnya. Sementara itu, pantauan SINDO di Kecamatan Alu tepatnya di Desa Petoosan yang merupakan daerah terparah, 200-an Kepala Keluarga (KK) terpaksa harus tinggal di tenda- tenda darurat, karena rumah mereka sudah hancur diterjang banjir yang melanda daerah itu.

Sementara warga Desa Pao-Pao dan Alu yang masih terisolir juga terpaksa harus berjalan kaki sepanjang 5 km karena jalan tertutup oleh banyaknya kayu glondongan yang menutup ruas jalan menuju daerah tersebut. Bantuan untuk warga di dua desa itu juga harus diangkut secara manual dengan menggunakan tenaga manusia.

Tiga Orang Belum Ditemukan

Sementara itu, sedikitnya tiga orang korban banjir yang melanda sebagian besar wilayah Kabupaten Polewali Mandar (Polman) beberapa waktu lalu,hingga saat ini belum ditemukan. Data yang dihimpun SINDO, saat banjir bandang melanda wilayah Polewali Mandar sedikitnya 13 orang dinyatakan hilang, 10 diantaranya telah ditemukan dalam keadaan meninggal dan telah dikebumikan.

Kebanyakan korban berasal dari Kecamatan Alu yakni sebanyak sembilan orang,dua orang di Tinambung, satu orang di Desa Buku Kecamatan Wonomulyo. Ketiga korban yang belum ditemukan tersebut yakni berasal dari Kecamatan Tinambung berjumlah dua orang dan satu korban lainnya di Kecamatan Alu.“Masih ada tiga orang korban yang belum ditemukan,yakni dua orang di Tinambung dan satu orang di Alu,”kata Kepala Dinas Sosial Kabupaten Polman Suaib Kambo kepada SINDO,kemarin.

Menurut dia, pencarian atas ketiga orang tersebut hingga saat ini telah dihentikan. Pasalnya,waktu pencarian korban telah melewati batas.“ Sesuai aturan SAR,pencarian bagi korban bencana hanya membutuhkan waktu tujuh hari. Jadi, kalau dalam masa itu tidak dapat ditemukan kita hentikan atau kalau ada tanda-tanda kita lanjutkan, tapi saat ini pencarian sudah dihentikan,”jelasnya.

Banjir bandang yang melanda wilayah Polman Sabtu (11/1) lalu itu merupakan terparah selama 10 tahun terakhir karena selain menewaskan 13 orang juga menyebabkan 5000-an rumah di enam kecamatan di Polman rusak,dan sebagian besar rusak parah. Dari pantauan SINDO, di Desa Petoosang Kecamatan Alu, ratusan rumah masih dalam kondisi rusak parah,material banjir bandang seperti kayu gelondongan,batu dan lumpur masih menimbun sebagian besar rumah dan bekas pemukiman warga.

Di kawasan tersebut, lebih 100-an rumahratadengantanah, saatini yang tampak adalah tenda– tenda putih sebagai pengganti tempat para korban yang kehilangan tempat tinggal. Data yang dihimpun SINDO di Posko Induk bencana banjir, kerugian materil akibat banjir bandang tersebut tercatat puluhan ribu hektare sawah dan ribuan hektare tambak hancur, dan sejumlah jembatan putus.

Sementara untuk rumah penduduk yang terkena terjangan banjir, tercatat 566 hanyut, 1.571 rusak berat, dan 3.858 rusak ringan. “Kami akan terus berupaya untuk menanggulangi bencana ini dalam waktu cepat semaksimal mungkin,” kata Wakil Bupati Polman Nadjamuddin Ibrahim kepada SINDO,kemarin.

Bantuan Terus Mengalir

Hingga kemarin, bantuan untuk korban banjir Polewali Mandar terus mengalir diantaranya dari pemerintah kabupaten Majene yang diserahkan langsung oleh Bupati Majene Kalma Katta berupa 10 ton beras, 1 ton gula pasir, 300 dos mie instan,dan air mineral. Pihak Polres Majene juga turut memberikan bantuan serupa, begitu juga dengan sejumlah anggota DPRD Sulbar.

“Bantuan ini merupakan wujud kepedulian Pemkab Majene terhadap korban bencana alam ini agar dapat sedikit meringankan penderitaan masyarakat,”kata Kalma Katta kepada wartawan di lokasi banjir,kemarin. Wakil Ketua DPRD Sulbar Arifin Nurdin menyatakan, akan memerjuangkan korban banjir tersebut agar dapat dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Sulbar nantinya, karena bencana tersebut sudah tergolong sangat besar yang perlu mendapatkan perhatian pemerintah pusat.

Terpisah, Gubernur Sulawesi Barat (Sulbar) Anwar Adnan Saleh mengatakan untuk mengirim bantuan ke 13 desa di Kecamatan Tubitaramanu (Tutar) yang terisolir, pihaknya sudah menerima bantuan satu unit helikopter dari Wakil Presiden Jusuf Kalla dan sudah dioperasikan sejak Sabtu (17/01) lalu.“Memang banjir sudah surat, tapi akibatnya hampi 50% jalur transportasi darat rusak parah. Satu- satunya jalan adalah mengirim bantuan melalui jalur udara,”katanya.

Anwar mengungkapkan, pihaknya sudah meminta bupati se-Sulbar untuk menghitung kerugian yang timbul akibat banjir bandang ini. “Kami belum bisa memastikan berapa kerugian akibat banjir ini karena harus dihitung dengan teliti. Mungkin dalam waktu dekat dan paling lambat dua tiga hari ini, perhitungan kerugian akibat banjir ini sudah bisa dikeluarkan,” jelasnya. (abdullah nicolha).

Basarnas Tambah Waktu Pencarian Tiga Hari

Sunday, 18 January 2009

PAREPARE(SINDO) – Badan Search and Rescue Nasional (Basarnas) memutuskan melanjutkan pencarian korban tragedi KM Teratai Prima selama tiga hari kedepan.

Fokus pencarian akan dilakukan di daerah pesisir Selatan. Keputusan tersebut disampaikan oleh SAR Mission Coordinator (SMC) Kolonel Laut (P) Jaka Santosa tadi malam. ”Setelah melakukan koordinasi dengan Danlatamal VI Makassar,maka diputuskan untuk menambah tiga hari lagi. Hal itu berdasar pada permintaan keluarga korban. Mudah-mudahan dalam tiga hari ini,kita dapat bekerja maksimal dan menemukan korban,”jelas Jaka di hadapan keluarga korban di Kantor Adpel Parepare,tadi malam.

Keputusan tersebut bertolak belakang dengan telegram yang diterima posko penanganan korban KM Teratai Prima, yang dikirimkan oleh Basarnas.Jaka mengatakan,pada pukul 17.30 Wita kemarin, posko menerima telegram yang ditandatangani oleh Dir Opslat Basarnas Kolonel (PSK) Teddy Sutedjo. Dalam telegram tersebut, Tim SAR diperintahkan untuk menghentikan operasi tersebut karena hasil pencarian sangat minim.

Pencarian selanjutnya,kata Asisten Intel Lantamal VI Makassar itu,Tim SAR akan
digiatkan untuk melakukan pencarian di pesisir selatan. Lokasi yang dimaksud tersebut adalah Pinrang, Parepare, Barru, hingga Pangkep. Langkah tersebut diambil berdasarkan adanya sejumlah korban yang ditemukan di pesisir pantai itu dalam tiga hari terakhir. Jaka meminta partisipasi warga dan semua pihak, agar membantu Tim SAR melakukan pencarian korban KM Teratai Prima.

Satu tambahan armada akan dikerahkan, KRI Pulau Rupat yang mempunyai sound and detection ranging (sonar). Hingga tadi malam, kapal tersebut tengah merapat di dermaga Pelabuhan Soekarno-Hatta Makassar. Kemarin, pencarian dilakukan dengan menurunkan 11 armada kapal dari TNI AL, Polri, Adpel, SAR Politani Pangkep.Pencarian juga dilakukan dari udara, namun hingga pencarian dihentikan, tidak ditemukan korban. Tim SAR Politani Pangkep hanya menemukan lima pelampung KM Teratai (3 tertulis KM Teratai Samarinda), air mineral, dan dua buah lifecraft di Perairan Pangkep.

Hingga hari ketujuh pasca tenggelamnya KM Teratai di Perairan Rorobatu,Kecamatan Sendana,Kabupaten Majene, Sulbar,Minggu (11/1) dini hari, total korban yang ditemukan sebanyak 44 orang.36 diantaranya ditemukan selamatsedangkandelapantewas. Di Majene, kemarin,TNI AL mengerahkan sedikitnya 11 perahu nelayan setempat untuk melakukan penyisiran di Perairan Teluk Mandar dan sekitarnya.

”Kami kerahkan beberapa tim untuk melakukan penyisiran di wilayah tersebut dengan menggunakan perahu nelayan, diantaranya dari TNI Angkatan Darat, Angkatan Laut,Polres,pemerintah setempat,warga, dan beberapa kerabat korban yang masih menetap di Majene,” kata Lettu Laut Marlion di Majene,kemarin. Dalam upaya pencarian tersebut, Pemerintah Kabupaten Majene juga berpartisipasi dengan membiayai Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk perahu nelayan tersebut yakni sebanyak 30 liter solar untuk satu buah perahu.

”Jadi, dalam pencarian tersebut pihak pemerintah Kabupaten Majene memberikan bantuan berupa BBM jenis solar sebanyak 30 liter bagi setiap perahu,”kata Staf Syahbandar Majene Ilham Rachman.

Identifikasi

Terpisah, Disaster Victim Identification (DVI) Polda Sulselbar, berhasil mengidentifikasi mayat perempuan dengan nomor register 00002, kemarin.Mayat tersebut diketahui bernama Saidah, 35, asal Makassar, yang ditemukan di Perairan Majene Sulbar pada Selasa 13 Januari lalu.

Anggota Tim DVI Mabes PolriAKBPAgung Wijaya menyebutkan, mayat tersebut berhasil diidentifikasi berdasarkan data primer, berupa susunan gigi yang dicocokkan dari keterangan keluarga korban. Selain itu, pakaian yang dikenakan korban berupa daster berwarna orange, juga dikenali oleh keluarga korban. Sebelumnya, satu mayat berhasil dikenali keluarga korban atas nama HM Tono.

Pengungkapan identitas Tono yang kini sudah diambil oleh keluarganya berdasarkan ciri-ciri fisik dan pakaian korban. Yang paling menguatkan adalah ditemukannya surat di kantung celana suami H Muna ini. Hingga kemarin,baru dua mayat yang berhasil diidentifikasi dari delapan korban meninggal. Selanjutnya, korban yang belum bisa diidentifikasi akan dikebumikan secara massal di Parepare. Pemkot Parepare telah menyiapkan kuburan massal di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Bilalang,Kecamatan Bacukiki, Parepare.

Kepala Dinas Pengerjaan Umum (PU) Parepare Imran Ramli mengatakan, lubang kuburan itu telah digali sejak Kamis (15/01) lalu. Luas kuburan itu mencapai 10x2 meter. Hingga saat ini, Pemkot Parepare baru menggali satu lubang di TPU tersebut. ”Namun jika dibutuhkan, kami akan lakukan penggalian ulang.Pengadaan kuburan tersebut berdasarkan instruksi dari Wali Kota Parepare, yang memang diperintahkan Gubernur Sulsel untuk menyiapkankuburan,jikaada korban yang tidak dijemput keluarganya,”papar Imran.

Kadis PU Parepare ini menuturkan, model kuburan tersebut, dibuat sebagai kuburan massal. Namun belum diketahui berapa mayat yang akan ditempatkan dalam satu lubang. Berdasarkan pantauan SINDO,lubang yang dibuat memanjang itu, kemungkinan akan memuat hingga sepuluh mayat. Selain menyiapkan lahan perkuburan, pihak Pemkot Parepare juga menyediakan kain kafan untuk korban yang rencananya akan dimakamkan hari ini. (m syahlan/ abdullah nicolha).

Empat Hari Lagi,Korban Akan Dikembalikan

Sunday, 18 January 2009

”Mua’ na poeloi puang, nanapepembalii iyade pakkappale patangallo pai,macakke sannali usaqding pappenadingu, urasa sannali kareppu ingga’na le’ba na nabesoa naung di sasi”


SEORANGlelaki berumur sekitar 60 tahun dengan tinggi badan kira-kira 150 sentimeter melangkahkan kaki keluar dari tenda darurat keluarga korban KM Teratai Prima di belakang kantor Syahbandar Majene.

Perlahan tapi pasti, dia terus berjalan dengan bibir yang terus terlihat komat-kamit seperti orang membaca mantra.Tubuh laki-laki paruh baya yang terlihat sudah sedikit bongkok, matanya tajam memandang lepas jauh ke Laut Majene yang pagi itu mulai terlihat pasang. Lelaki itu seakan tak menghiraukan orangorang yang mengiringinya. Langkahnya terhenti tepat di pinggir dermaga Pelabuhan Majene.

Dengan berjongkok dia memandang laut.Beberapa saat dia terlihat serius dan kemudian berhenti. Sappe, begitulah namanya tercatat di kartu tanda penduduk (KTP). Hari itu, Sappe menggelar ritual khusus terhadap korban tragedi KM Teratai Prima yang ditelan Perairan Batu Roro,Minggu (11/1) lalu.

Dia kemudian meminta kerabat korban mengupas kulit kelapa muda yang telah dipersiapkan untuk memulai ritual. Setelah kulit kelapa dikupas lelaki tua itu pun mengambil kelapa dan mendekatkannya ke mulut. Bibirnya terlihat keriput terlihat bergerak membacakan mantra ke dalam kelapa muda kemudian meniupnya sebanyak tiga kali. Setelah itu,dia membuang air kelapa muda itu ke laut, lalu batok kelapa, serta membuang kelapa tua, sabuk kelapa yang juga telah disiapkannya.

Seusai membuang alat ritual yang dipakainya itu ke laut, laki-laki yang lebih dikenal dengan panggilan Kama’ Cicci, membacakan mantra. ”Mua’ na poeloi puang, nanapepembalii iyade pakkappale patangallo pai” (Sesuai keinginan Tuhan, korban ini kan dikembalikan/ diperlihatkan empat hari ke depan). Setelah mengucapkan itu, lelaki itu langsung berdiri dari tempatnya diikuti oleh puluhan kerabat korban dan puluham warga yang menyaksikan ritual tersebut.

Seakan kaget,Kama’ Cicci mengatakan, ”Macakke sannali usaqding pappenadingu, urasa sannali kareppu ingga’na le’ba na nabesoa naung di sasi” (Saya merasakan badan kedinginan sekali, saya rasa, para korban sangat dekat, seakan ingin menarik diriku ke dalam laut,” puluhan orang yang menyaksikan upacara ritual itu pun langsung kaget. Lelaki tua asal Kecamatan Binuang,Kabupaten Polewali Mandar (Polman) Sulbar itu langsung melangkahkan kakinya diikuti oleh puluhan orang yang menyaksikannya.

Orang-orang pun kembali kaget setelah beberapa langkah, lelaki tua yang dipercaya memiliki indra keenam (six sense) itu, langsung berbelok menuruni tanggul dermaga. Perlahan dia turun ke laut merasakan dinginnya air laut tanpa mengiraukan celananya basah oleh air laut, dua orang lelaki langsung mengikutinya dan memerhatikannya dan siap untuk meraih tangan lelaki tua itu karena takut akan berjalan ke tengah laut. Sekira 10 menit merasakan dinginnya air laut lelaki asal Binuang itu kembali naik ke atas dermaga.Tanpa mengiraukan alas kakinya dia terus berjalan menuju tenda dimana kerabat korban berkumpul.

Dia berucap dengan nada meyakinkan, ”Insya Allah, patangallo pai nanapipitangani manini.” (empat hari lagi mereka akan diperlihatkan). Kendati demikian, lelaki tua tersebut menyatakan bahwa, hal ini agar jangan membuat kerabat korban langsung senang karena itu hanya merupakan pirasat dari seorang lelaki biasa yang hanya mampu berharap kepada Tuhan.

”Iya u die hanya maua tappa toda iyau apa usaqding, mua palakang napoeloi puang Alhamdulilla, ya mudah-mudahan tia tipatengi” (Saya ini hanya mengatakan apa yang saya rasa tetapi mudah-mudahan saja begitu),” terangnya sambil menghisap rokok yang baru dibakarnya. Kama’ Cicci sengaja didatangkan oleh kerabat korban yang memintanya datang untuk memberikan penerawangan terhadap korban KM Teratai Prima yang tenggelam di Perairan Tanjung Batu Roro Sendana Majene.

Dia berasal dari Kecamatan Binuang yang berjarak kira-kira 60 km dari Kab Majene. Lelaki tua tersebut sudah dipercayakan oleh orang sekampungnya untuk memberikan penerawangan terhadap makhluk gaib yang tidak dapat dilihat dengan kasat mata. (abdullah nicolha).