Tuesday, January 20, 2009

Kerusakan Hutan 26.000 Ha

Tuesday, 20 January 2009

POLEWALI(SINDO) – Kerusakan hutan di Kabupaten Polewali Mandar (Polman), Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar), mencapai 26.000 hektare (ha), pascabanjir di enam kecamatan.

Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Polman Ismail AM menyatakan, banjir bandang yang terjadi di enam kecamatandiPolmanpadaSabtu (10/1) lalu, disebabkan kritisnya dua hulu sungai yang bermuara ke daerah Polman.

“Kondisi hutan di kedua hulu sungai yang masing-masing berhulu di Majene dan Mamasa ini, rusak akibat penebangan liar, perkebunan, dan aktivitas petani ladang yang berpindah-pindah,” katanya kepada SINDO,kemarin. Dia mengungkapkan, hal tersebut sesuai data pada 2003, yakni luas areal hutan yang rusak mencapai 26.000 ha dari total luas hutan Polman seluas 121.450 ha.

Terakhir kali mendata luas areal hutan yang rusak pada 2003 lalu, hingga kini pemerintah setempat belum mendata luas areal yang rusak, sementara dipastikan laju kerusakan hutan meningkat hingga mencapai 30%. Salah satu penyebabnya, adanya aktivitas penebangan liar di kawasan hutan tersebut, sebagian berubah jadi kebun, dan para petani ladang yang berpindah-pindah.

Sementara dua sungai yang bermuara di Polman, yakni Sungai Mandar yang berhulu di Ulu Manda, Majene, dan Sungai Maloso yang berhulu di Mamasa.Kondisi hulu kedua sungai itu saat ini kritis dan ditambah kerusakan hutan,” jelasnya.

Akibatnya, kondisi di enam kecamatan yang dilanda banjir di Polewali Mandar yakni Kecamatan Alu,Tinambung, Limboro,Tutar,Mapilli, dan Wonomulyo. Dari bencana banjir yang melanda tersebut, bukan hanya air, melainkan disertai lumpur pekat dan material berupa kayu gelondongan,kayu batangan, dan pohon besar dalam jumlah yang sangat besar sehingga lumpuhnya aktivitas warga setempat.

Baharuddin, 48, warga Petoosang mengaku, selama puluhan tahun tinggal di daerah itu, bencana banjir bandang yang terjadi awal Januari tersebut adalah yang pertama kali. “Sekitar 1980-an bencana banjir pernah melanda daerah ini,tapi yang datang hanya air. Begitu pun pada 1990-an, hanya air yang menggenang dan tidak lama, bahkan dampaknya tidak separah ini,”paparnya.

Dia juga menyebutkan, sebagian besar warga setempat tidak meninggalkan rumah karena mereka berpikir banjir tidak separah ini. Hanya disebabkan hujan selama dua hari. “Kami pikir banjir yang terjadi kemarin banjir biasa.Maka,kami tidak terlalu menghiraukan barangbarang,” tandasnya.

Pantauan SINDO di lokasi banjir terparah, yaitu di Kecamatan Alu,warga setempat hingga kemarin masih kesulitan membersihkan material kayu yang terbawa bersama arus air serta lumpur yang sudah keras dan masih menggenangi rumah-rumah warga, sekolah,puskesmas,dan lainnya.

Sementara batang-batang kayu dan pohon besar dan tumpukannya hingga mencapai ketinggian lebih dua meter,membuat warga tidak bisa berbuat banyak, selain mengharapkan bantuan alat berat dan tenaga manusia. “Untuk membersihkan lumpur pun sulit kami lakukan karena tidak ada tempat pembuangan,” kata Kepala RT I Lingkungan Petoosang Juhu kepada SINDO.

Pemprov Sulbar mengakui bahwa fasilitas alat berat masih sangat minim untuk melakukan pembenahan, bahkan beberapa unit telah disediakan di lokasi yang rawan longsor.“ Kami berharap pemerintah pusat dapat menyumbang alat berat agar material yang menumpuk pascabanjir dapat dibersihkan sehingga aktivitas warga pulih kembali,”tutur Kepala Biro Humas Pemprov Sulbar Khaeruddin Anas.

Sementara itu,Polres Polman pada Senin (19/1) malam lalu, berhasil menyita tiga truk yang bermuatan kayu ilegal yang diduga berasal dari kawasan hutan Polman. Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasat Reskrim) Polres Polman AKP Musallah menyatakan,selama ini telah menyita kayu ilegal.

Bahkan, Senin malam lalu, pihaknya mengamankan tiga truk pengangkut kayu yang tidak memiliki surat-surat lengkap.“ Tidak tahu bisa disebut banyak atau tidak,yang jelas adanya penangkapan kayu ilegal,” ucap Kasat Reskrim Polres Polman AKP Musalla melalui ponselnya,kemarin. (abdullah nicolha)

No comments: