Tuesday, May 26, 2009

Peneliti Asal Jepang Terpikat Kebudayaan Bahari Mandar

Monday, 25 May 2009
POLEWALI (SI) – Sejumlah peneliti asal Jepang yang melakukan kunjungan ke beberapa daerah di Indonesia bagian tengah untuk mengenal kebudayaan bahari masyarakat setempat, khususnya cara pembuatan perahu, jenis-jenis perahu, dan teknik navigasi perahu yang digunakan pada masa lalu.

Peneliti muda kebudayaan bahari asal Polman Sulawesi Barat (Sulbar), Muhammad Ridwan Alimuddin, menyatakan bahwa awal perjalanan dimulai dari Tana Beru (Bulukumba), beberapa pulau di Selayar,Kepulauan Spermonde di Selat Makassar (Pangkep), Karama Pambusuang (Polewali Mandar), pesisir utara Gorontalo yang berbatasan dengan Sulawesi Utara, dan pesisir selatan tepatnya di perkampungan Bajau di Torisiaje.

“Pada Juli 2008 lalu, mereka (peneliti asal Jepang) juga berkunjung ke kampung nelayan yang terkenal dengan tradisi pemburuan ikan paus,di Lamalera,NTT,”katanya kepada SI di Mamuju,belum lama ini. Akhirnya survei yang dilakukan di beberapa daerah, kebudayaan bahari Mandar dipilih sebagai “alat” yang diharapkan dapat mewujudkan The Great Journey melalui laut.

“Dari perbandingan beberapa daerah yang dikunjungi, disimpulkan bahwa teknologi pembuatan perahu oleh orang Mandar masih banyak memiliki unsur tradisional yang juga digunakan pelayar-pelayar purba,setidaknya penggunaan layar. Meski demikian, itu tidak berarti teknologi dan teknik berlayar orang Mandar tidak mampu, malah sebaliknya,” ujarnya yang mendampingi peneliti Jepang ini.

Informasi yang dihimpun SI, hal tersebut juga berdasarkan beberapa referensi buku, masukan dari kolega Prof Sekino di Jepang, dan ahli perahu Nusantara dan pengamatan di lapangan (praktek berlayar bersama sandeq),kebudayaan maritim Mandarlah yang bisa mewujudkan cita-cita tapak tilas penyebaran umat manusia melalui laut.

“Orang-orang Mandar masih menggunakan perahu layar untuk mengarungi lautan luas, perahu bercadik buatannya tangkas dan kuat, dan pelaut-pelautnya pun pemberani. Setidaknya itu tercermin dari event Sandeq Race yang hasil dokumentasinya dipelajari tim The Sea Great Journey.Mereka pun sempat menyaksikan salah satu etape Sandeq Race 2008,” ungkapnya.

Kegiatan itu merupakan bagian kegiatan proyek “gila”The Sea Great Journey: The Black Current Route (Perjalanan Besar: Rute Arus Hitam), yaitu ekspedisi laut dari Paparan Sunda ke Kepulauan Jepang yang dipimpin Profesor Sekino Yoshihara, guru besar Antropologi Budaya di Mushashino Art University,Tokyo, dan telah menulis lebih dari 40 buku.

Sekino Yoshihara adalah lulusan ilmu hukum dari Hitotsubashi pada 1975 dan kedokteran dari Universitas Yokohama City pada 1982. Saat ini selain sebagai dosen humaniora, juga bekerja sebagai dokter di sebuah rumah sakit di pinggir Kota Tokyo. Profesor itu juga telah melakukan tapak tilas secara terbalik rute penyebaran umat manusia dari Chili di ujung selatan Amerika Selatan hingga ke Tanzania Afrika antara 1993–2002.

Kemudian, sejak 2004,dia juga telah menapaki jalur perjalanan darat manusia purba yang menuju Kepulauan Jepang. Lalu Semenanjung Korea selesai dia telusuri pada 2005. Hal itu dilakukan dengan berjalan kaki, bersepeda, kendaraan di salju yang ditarik binatang, dan dengan perahu kayak (khususnya ketika melintasi Selat Bering, antara Alaska dan Rusia).

Sekino dan anggota timnya menyiapkan diri jauh hari sebelumnya dan mengikutsertakan pelaut asli dari Mandar.Rute yang akan ditempuh adalah pesisir barat Sulawesi– Kalimantan Timur (secara resmi pelayaran akan dimulai di sini sebagai batas Paparan Sunda di bagian timur)–Malaysia–Filipina– Taiwan–Okinawa.

“Yah, tidak mungkin kita kembali hidup di zaman batu,tetapi peradaban saat ini juga sepenuhnya tidak dapat dikatakan lebih baik,” kata profesor asal Jepang Sekino Yoshihara. (abdullah nicolha).

No comments: